Rabu, 09 September 2015

IPK SENTRIS MENGGEROGOTI MAHASISWA



Oleh: Yaser Arafat
 
Mahasiswa sebagai kaum intelektual tentunya memiliki tanggungjawab sosial ditengah-tengah masyarakat, kemampuan hardskill dan softskill adalah dua hal yang mutlak dimiliki oleh seorang mahasiswa ketika terjun di masyarakat. Mendapatkan kemampuan yang bersifat hardskill dapat diperoleh oleh mahasiswa di dalam kelas saat perkuliahan berlangsung. Duduk manis dan mendengarkan ceramah dosen maka kemampuan hardskill pun akan diperoleh. Tetapi untuk kemampuan yang bersifat softskill tidak akan bisa didapat di bangku kelas, karena kemampuan ini hanya ada di kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti mengikuti organisasi atau unit kegiatan mahasiswa yang ada di kampus.

Hal yang memprihatinkan saat ini adalah pada umumnya mahasiswa memandang organisasi adalah sesuatu yang tidak penting, ketika berfikir untuk masuk organisasi maka hal yang terbayang adalah kegiatan organisasi akan menganggu perkuliahan. Kenyataan sosial ini adalah dampak dari IPK Sentris-nya pada saat sekarang ini. Ketakutan-ketakutan IPK akan turun jika sibuk di organisasi dan jarang mengikuti perkuliahan harus diluruskan, karena tidak benar organisasi menjatuhkan IPK mahasiswa. sebenarnya terdapat gaktor lain yang menyebabkan IPK Sentris-nya mahasiswa saat ini, antara lain:

a. Tuntutan orangtua
Setiap mahasiswa tentunya memiliki tanggung jawab dan amanah yang harus dujalankan ketikan menduduki bangku perkuliahan. Orangtua yang telah susah payah mencari uang dikampung halaman adalah alasan utama jika seorang mahasiswa harus mendapatkan nilai sebaik mungkin dan tamat tepat waktu, meski pun tidak semua orangtua yang menuntut hal itu, tapi sebagai anak tentunya menjadi tanggung jawab tersendiri untuk membahagiakan orangtua lewat IPK yang memusakan.

b. Waktu perkuliahan yang tidak mendukung
                Khususnya di Universitas Andalas, waktu perkulihan sampai jam enam sore tentunya menganggu kegiatan organisasi serta mematahkan semangat mahasiswa untuk berkecimpung di organisasi. Karena kegiatan di organisasi seperti rapat dilakukan setelah perkuliahan usai. Pulang mala adalah konsekuensi tersendiri yang harus ditanggung jika mahaiswa masih ingin berorganisasi, belum lagi tugas kuliah yang deadline esok harinya.
b. Target tamat empat tahun

Sebagian besar mahasiswa Universitas Andalas adalah para penerima beasiswa.  Seperti beasiswa bidikmisi dan etos Padang.  Tuntutan tamat emapat tahun ini selalu menjadi bayang-bayang bagi mereka yang memperoleh beasiswa ini, ditambah lagi target IPK minimal juga menjadi persyaratan mempertahankan beasiswa ini.
Jika kita melihat Universitas Andalas yang telah mendapatkan akredirasi A dari BANPT pada tahun 2004 silam, tentunya semua itu tidak terlepas dari kegiatan kemahasiswa seperti keaktifan mahasiswa dalam berorganisasi. Ini adalah PR kita bersama untuk memecahkan masalah sosial ini.

Jumat, 04 September 2015

Qurban dan Solidaritas Sosial



Dalam sejarah munculnya berqurban adalah ketika nabi ibrahim mendapatkan sebuah ujian dari Allah untuk menyembelih anak semata wayang yang begitu ia sayangi, yang kisahnya tertuang di dalam Al-qur’an surat Ash shaafaat : 102-107.


“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ), dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Setiap tahunnya kaum muslim menjalankan ibadah qurban dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dengan cara ikut berbagi kebahagiaan dengan berqurban dan membagi-bagikan daging qurban kepada kaum fakir. Memahami makna munculnya kewajiban berqurban bagi yang mampu dapat dipahami dalam konteks sosial. Pada zaman sekarang ini, masyarakat telah memiliki sifat  individual, sifat masyarakat komunal yang berfalsafah oriental (rasa kebersamaan) berangsur-angsur ke falsafah oksidental yang bersifat individualis, bahkan umat Islam yang bersaudara antar sesama umat Islam mulai teracuni oleh sifat individualis warisan bangsa barat. Dengan adanya hari raya qurban ini adalah sebuah moment penting untuk umat Islam dalam rangka meningkatkan rasa empati dan solodaritas sosial antar sesama. Ia menggerakkan emosi setiap orang untuk meluangkan sisi keberadaannya kepada yang lain dan memberikan sebagian kepemilikannya untuk berbagi kesejahteraan.

Hewan yang disembelih pada Idul Adha mengajak kita melepaskan diri dari sifat ”kebinatangan”: simbol ketidakberadaban yang bisa membunuh sistem kepedulian. Berkorban saat Idul Adha adalah momentum untuk menumbuhkan kepedulian. Tumbuhnya rasa solidaritas sosial antar sesama menjadi contoh nyata bahwa umat Islam itu bersaudara.







Silat Kumango, Seni Mempertahankan Diri Yang Harus Dipertahankan.

Manusia telah mengenal seni bela diri semenjak tahun 520 Masehi di India. Seni bela diri ini merupakan kesenian yang muncul sebagai refleksi dari manusia untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Pada dasarnya manusia memiliki insting untuk mempertahankan diri dengan kata lain dengan prilaku selalu mempertahankan diri, diseluruh penjuru dunia terdapat berbagai macam seni bela diri. Perbedaan jenis seni bela diri tidak lepas dari kultur dan budaya yang dianut masyarakat setempat.

Seni bela diri silat adalah seni bela diri yang berkembang di negara-negara Asean, dan terdapat di Indonseia, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam. Di indonesia sendiri terdapat beragam jenis seni bela diri silat, hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kultur budaya disetiap daerah di Indonesia.  Di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat terdapat silat kumango, berdasarkan namanya silat kumango adalah silat yang berasal dari Nagari Kumango. Silat ini diciptakan oleh Syekh Kumango pada abad ke-19.

Sebagai seni bela diri yang sudah dikenal disetiap pelosok Minangkabau, Silat Kumango merupakan seni bela diri untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, bukan untuk mencari lawan. Dalam silat, setiap manusia sebenarnya mempelajari ilmu untuk memoerluas tali silaturahmi, karena kata silat sendiri berasal dari kata silaturahmi. Dibatin mancari kawan, dilahia manacri Tuhan (Di batin mencari kawan, dilahir mencari Tuhan). Ungkapan tersebut keular dari perkataan guru besar Silat Kumango di Nagari Koto Baru, Syekh. H. Imam Mahyudin. Dt Pamangku Malin Mancahayo. 

Namun hal yang disayangkan adalah kurangnya minat generasi muda untuk melestarikan silat kumango ini, hal ini tentunya menjadi keprihatinan kita terhadap makin eksistensi buadaya lokal yang dari waktu ke waktu terus berkurang lantaran tidak adanya generasi penerus yang ikut andil mempertahankan budaya dan kearifan lokal.
Dengan berkurangnya rasa cinta tarhadap kebudayaan lokal, tampaknya sangat berbanding terbalik dengan bangsa lain yang sangat ingin mempelajari silat kumango. Di Nagari Koto Baru, banyak turis asing yang menjadi murid dari Syekh. H Imam Mahyudin. Ketika bangsa lain ikut melestarikan kebudayaan kita dan terjadi pengklaiman, seharusnya tidak sepantasnya kita marah, dan menyalahkan bangsa lain karena mengklaim kebudayaan kita. Seharusnya kita bercermin diri, menanyakan kepada diri sendiri. Siapa yang salah? Apakah mereka yang melestarikan hingga mengklaim kebudayaan kita? atau kita sendiri yang tidak melestarikannya?

Rabu, 02 September 2015

Ekonomi Moral Pedagang Kedai Lontong


Ketika berbelanja di kedai lontong di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar kita akan terkejut dengan harga seporsi lontoong yang kita makan. Bukan mahal yang jadi masalah, tapi harganya yang dibawah harga-harga lontong daerah lain yang membuat kita terheran-heran. Perbandingan antara lontong yang kita makan dengan harga yang kita bayar sungguh jauh berbeda. Harga seporsi lontong lengkap dengan mie hanya 3000 rupiah.


Jika kita menengok secara meyeluruh masyarakat Nagari Koto Baru, begitu kuat solidaritas antar sesama, ketika ada kegiatan yang diadakan oleh pemerintahan nagari ataupun para pemuda, maka masyarakat ikut membantu untuk menyukseskannya, baik bantuan dalam bentuk non materi, maupun bantuan materi, walaupun hanya secupak beras. Tingkat solidaritas yang tinggi ini juga berimbas terhadap para pedagang lontong yang ada di nagari ini. Berdagang tidak lagi memikirkan keuntungan ekonomis, karena jika mengatakan bahwa pedagang mencari keuntungan seacara ekonomis, jelas teori ekonomi yang mengatakan “dengan modal tertentu, mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya” telah mereka patahkan. Karena realitas sosial yang ada bahwa pedagang lontong di Koto Baru tidak menjual lontong dengan harga yang “wajar”, sebagaimana harga lontong di kota dimana para pedagangnya mencari untung sebesar-besarnya.

Dalam kajian sosiologi, mengenai ekonomi moral pedagang, menjelaskan bahwa masyarakat perdesaan memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, hingga berimbas kepada pola perdagangannya. Para pedagang tidak lagi memikirkan keuntungan materil, tapi terdapat nilai-nilai dan norma-norma disana. Misalnya nilai-nilai agama, sebagai penganut agama Islam yang mana bekerja adalah ibadah, menjadi landasan para pedagang lontong tersebut. Bagi mereka berdagang adalah ibadah, dimana dapat membantu masyarakat yang membutuhkan sarapan pagi, serta sebagai sarana menyambung tali silaturahmi dengan sesama  yang jelas-jelas telah diperintahkan dalam agama Islam.

Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki tingkat solidaritas yang tinggi tidak lagi memikirkan keuntungan materil dalam beryindak. Pedagang lontong di Nagari Koto Baru adalah contoh nyata jika terdapat pedagang yang berdagang untuk beribadah, mencari keuntungan non-materil.

Menelusuri Keindahan Air Terjun Ngarai di Nagari Koto Baru

Siang itu setelah melatih PBB di SDN 02 Koto Baru, kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Saya, Dio, dan Haris diajak oleh anak-anak SDN 02 Koto Baru ke air terjun yang terkenal masyur di nagari tersebut, air terjun Ngarai warga setempat menamainya. Kami bertiga sebagai mahasiswa KKN tentunya sangat antusias untuk melihat keindahan yang tersembunyi dibalik hutan belantara yang begitu rimbun. Para pendatang tentunya tidak percaya akan adanya air terjun tersebut jika melihat hutan dan perbukitan yang begitu menyeramkan. Tepat pada pukul 1 siang setelah selesai shalat Dzuhur, anak-anak SD memenuhi janjinya untuk mengajak kami ke air terjun yang belum bisa kami bayangkan rupa dan bentuk keindahannya. Terbayang oleh kami perjalanan yang indah menembus hutan yang belum terjamak oleh tangan jahil manusia. Hutan yang asri adalah tempat favorit bagi saya yang begitu mencintai ketenangan. Perjalanan  kami dimulai, meskipun tanpa persiapan yang matang, karena hati ini telah penuh dengan rasa penasaran dalam beberapa hari ini. Bagaimana tidak, setiap hari selalu mendapatkan pertanyaan dari warga, apakah kami sudah ke air terjun ngarai? Jika belum, maka belum lengkap rasanya KKN di Nagari yang terletak di kaki Marapi ini. 

Selasa, 01 September 2015

Mahasiswa KKN Unand Pelajari Silat Kumango

Batusangkar, Tanahdatar dikenal dengan kekayaan adat dan budayanya. Salah satu yang menjadi daya tarik adalah silat kumango. Tak banyak generasi muda yang mempelajari keterampilan bela diri ini.

Jumat, 10 Juli 2015

KKN tidak sekedar menjalankan Program Kerja.

Kuliah kerja nyata yang dijalankan mahasiswa di pelosok nigari selama 40 hari menyisakan sejuta kenangan. KKN yang merupakan agenda wajib yang diikuti oleh mahasiswa semester enam dalam rangka menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap mahasiswa wajib menjalankan program kerja berdasarkan basic ilmu masing-masing

Puluhan program kerja telah disusun jauh-jauh hari sebelum KKN dilaksanakan, cita-cita mulia yaitu mengabdi kepada masyarakat menjadi factor pendorong munculnya semangat juang untuk KKN. Namun disini saya bercerita bukan tentang program kerja,lebih dari itu. Berkumpulnya 40 orang mahasiswa dengan latar belakang ilmu yang berbeda serta tidak saling mengenal tentunya menarik untuk dibahas. Hidup didaerah pelosok yang jauh dari orangtua memupuskan sifat individualis peserta KKN tersebut. Menyatukan prinsip kebersamaan demi tercapainya tujuan mulia merupakan pokok pembahasan tulisan ini.

Banyak candaan yang muncul, jika KKN adalah ajang mencari pasangan hidup sejati alias jodoh. Mungkin hal ini tidak dapat dielakan dinegara demokrasi ini, karena diantara manusia bebas mencinta dan dicinta. Berusaha menyatukan prinsip malah terjatuh kejurang percintaan sering kita dengar dari mereka yang pernah merasakan indahnya masa-masa KKN.
KKN tidak sekedar menjalankan Program Kerja.

Program kerja memang kegiatan wajib yang harus dijalankan mahasiswa, namun waktu yang dimilki selama 40 hari tentunya menyisakan kesempatan ruang dan waktu untuk nebgikat tali persaudaraan. Tidak sekedar pertemanan biasa yang dibangun, persahabatan peserta tercipta disela-sela kegiatan. Bodoh rasanya jika KKN hanya memikirkan proker, karena kita bukanlah robot yang tidak membutuhkan robot lain untuk bertahan hidup. Kita adalah zoon politicon, makhluk social yang tidak akan bisa bertahan hidup tangpa manusia lain. Singkirkan sifat individualismu kawan!!
KKN tidak sekedar menjalankan Program Kerja.

Berusaha dewasa menghadapi mereka-mereka yang jelas kepala sama hitam, tapi pemikran sangat berbeda. Menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dengan tidak meninggikan ego masing-masing tampaknya adalah kunci munculnya rasa kebersamaan. Ringan sama dininjing, berat sama dipikul, luka satu berdarah semuanya. Itulah prinsip yang mestinya dipegang oleh kaum intelektual.

Semanagat KKN kawan!!