Oleh: Yaser Arafat
Perhelatan
pesta demokrasi(pemilihan umum) yang hanya tinggal menghitung hari sangat
dimanfaatkan oleh berbagai kubu atau partai politik untuk menarik hati
masyarakat. Kampanye akbar dimana-mana, menyuarakan visi-misi masing-masing
partai hanya sekedar untuk meraih simpati masyarakat. Pemilihan legislatif yang
bukan sekedar pemilu biasa, tetapi juga faktor penentu sebuah partai agar
berhak mendapatkan kursi capres. Demi mendapatkan suara, tak sedikit partai
mengandalkan kampanye “daun salam” saat kampanye dilakukan. Kampanye daun salam
atau money politic adalah suatu
bentuk pemberian atau menyuap seseorang yang memiliki hak pilih agar tidak
menggunakan hak pilihnya pada saat pemilihan maupun supaya menjalankan hak
pilihnya dengan cara tertentu pada saat perhelatan pemilihan umum berlangsung.
Perbuatan ini adalah tindak pidana pemilu, pelaku bisa ditindak selama enam
bulan atau lebih. Dasar hukumnya adalah pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No. 3
tahun 1999 yang berbunyi: “Barang siapa
pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan
pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya ia menjalankan haknya
dengan cara tertentu, dipidana dengan hukuman pidana penjara tiga tahun. Pidana
itu juga dikenakan kepada pemilih yang menerima suap atau janji berbuat sesuatu.
Menjelang
pemilu legislatif 9 April 2014, Kapolri
Jendral Sutarman mengatakan bahwa di kampung-kampung diberbagai daerah telah
terjadi kegiatan yang mengacu kepada “money
politic”. Melihat pernyataan Jendral Sutarman tersebut, dapat kita lihat
bahwa yang menjadi ladang politik uang adalah daerah-daerah perkampungan, masyarakat
yang jadi tujuan memang selalu masyarakat yang terpelosok, hal ini bisa disebabkan
beberapa faktor kenapa masyarakat pelosok menjadi ladangnya kampanye “daun
salam”. Diantaranya adalah faktor kemiskinan dan kurangnya pengetahuan mengenai
pelanggaran ini.
1.
Faktor Kemiskinan
Masyarakat Desa.
Pada umumnya masyarakat desa berada pada
lapisan kelas menengah kebawah, kehidupan yang serba kekurangan menyebabkam
mereka mau begitu saja menerima uang pemberian partai saat kampanye legislatif.
Kemiskinan yang menjerat masyarakat pedesaan tentu membuat mereka merasa bahwa
berapapun uang yang mereka terima dari partai begitu berharga, meskipun harus
menggadaikan haknya dalam pemilihan umum. hal ini tentunya cukup
mengkhawatirkan, mengingat jumlah masyarakat yang berada digaris kemisikinan
begitu besar yang mencapai 28,55 juta jiwa atau 11,4% dari total jumlah
penduduk Indonesia. Melihat fakta yang ada, begitu sulit menghilangkan politik
uang dari dunia perpolitikan Indonesia jika pemerintah tidak cepat dan sigap
menanggapi hal ini.
2.
Kurangnya
Informasi dan Pengetahuan.
Kurangnynya informasi atau pengetahuan mengenai
dilarangnya politik uang dan ancaman hukuman yang akan didapat si penerima
suap, hal ini tentunya disebabkan oleh kurangnya sosialisasi KPU terhadap
masyarakat desa mengenai dilarangnya menerima pemberian dalam bentuk apapun
dari peserta pemilu. Sulitnya mengakses informasi mengenai pemilu disebabkan
karna wilayah mereka yang terpelosok jauh dari pusat pemerintahan,seharusnya menjadi
perhatian KPU agar masyarakat desa dapat dengan mudah mengetahui peraturan
mengenai pemilu.
3.
Kurangnya
Kesadaran Masyarakat Desa.
Kesadaran yang kurang, menganggap pemilihan umum
hanya sekedar seremonial elit penguasa membawa dampak tak berjalan lancarnya
pesta demokrasi di negeri ini. Persepsi mereka mengenai pemilu hanya sekedar
seremonial belaka tentunya bukan begitu saja muncul, pengalaman tahun
sebelumnya bahwa pemilu tidak membawa perubahan kepada masyarakat desa dirasa
sebagai akibat timbulnya persepsi tersebut. Saat menjelang pemilulah mereka
mendapatkan “angpao” dari calon legislatif, dan mereka menfaatkan keadaan
tersebut meskipun dengan tegasu ndang-undang melarangnya.
Secara hukum dalam agama Islam, MUI
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa politik uang adalah tindakan yang
diharamkan, karena politik uang sama dengan pemberian dan penerimaan suap.
Fatwa MUI ini mengacu pada hadist Rasulullah SAW yang berbunyi:
Dari Abdullah bin ‘Amr
RA bahwa Rasulullah bersabda, “Laknat Allah atas setiap yang memberi suap dan
yang menerima suap” (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Berdasarkan hadis tersebut telah ditekankan bahwa Allah
akan melaknat setiap orang yang memberi maupun yang menerima suap, sama halnya
denga politik uang, dimana calon legisltif yang memberi dan masyarakat yang
menerima akan mendapatkan laknat Allah S.W.T. Sebagai umat muslim, baik calon
legislatif maupun masyarakat, tentunya harus menghindari kampanye daun salam
ini, karena kehidupan dunia hanya sementara, uang yang didapat dari suap
tersebut tidak seberapa di bandingkan nikmat yang diberikan Allah di surga
kelak. Sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah:
Setiap umatku akan
masuk syurga, kecuali orang yang enggan(tidak mau). “Para sahabat bertanya,
“Siapa yang enggan itu?” beliau menjawab “Barangsiapa taat kepadaku akan masuk
syurga, dan barang siapa yang membakang terhadapku berarti enggan (HR.
Bukhari).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar