Selasa, 11 Oktober 2016

Teori Strukturasi Anthony Giddens

Sebagai mahasiswa semester akhir, saya tentunya harus membuat skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana yang saya impi-impikan. Salah satu kendala untuk membuat tugas akhir ini adalah pemilihan teori dalam membedah kasus yang kita angkat. Saya diminta oleh pembimbing skripsi untuk menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens, teori yang kurang saya pahami, karena selam perkuliahan, tidak pernah diajarkan teori ini, semua mahasiswa yang menggunakan teori ini merasa galau karena hal tersebut. Saya berpikir kenapa teori ini tidak diiajarkan saat perkuliahan, asumsi saya karena teori ini membahas teori Interaksionisme simbolik dan Fungsional strukutural, namun karena kedua teori tersebut telah diajarkan di bangku kuliah, maka tidak perlu lagi mengulangi kedua teori tersebut diajarkan dalam teori strukturasi ini. Namun perbedaan dengan kedua teori tersebut adalah jika kedua teori tersebut saling bertentangan, sedangkan dalam teori ini menggabungkan kedua teori tersebut, nanti akan saya bahas dibawah.



Teori strukturasi adalah teori yang mengintegrasikan antara agen dan struktur. Giddens mengatakan bahwa setiap riset dalam ilmu sosial atau sejarah selalu menyangkut penghubungan tindakan (sering kali disinonimkan dengan agen) dengan struktur. Namun dalam hal ini tak berarti bahwa struktur menentukan tindakan atau sebaliknya (Ritzer dan Douglas, 2004:507).
Teori strukturasi menolak adanya dualisme teori antara teori interaksionisme simbolik dengan fungsional struktural. Giddens menyatakan bahwa kita harus mulai dari praktik (interaksi) sosial yang berulang, yaitu sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurut Bernstein (dalam Ritzer dan Douglas, 2004:508), “tujuan fundamental dari teori strukturasi adalah untuk menjelaskan hubungan dialektika dan saling pengaruh mempengaruhi antara agen dan struktur.
Menurut Giddens, agen dan struktur tak dapat dipahami dalam keadaan saling terpisah, agen dan struktur ibarat dua sisi mata uang logam. Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Meskipun titik tolak analisis Giddens adalah praktik atau tindakan sosial, tapi ia berpendirian bahwa aktivitas bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor.
Hubungan antara pelaku dan struktur berupa relasi dualitas, bukan dualisme. Dualitas itu terjadi pada praktik sosial yang berulang dan terpola pada lintas ruang dan waktu. Dualitas terletak dalam fakta bahwa suatu struktur mirip pedoman yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat dan waktu tersebut merupakan hasil perulangan berbagai tindakan kita. Berbeda dengan Durkhemian tentang struktur, struktur dalam gagasan Giddens bersifat memberdayakan: memungkinkan terjadinya praktik sosial, dari berbagai prinsip struktural. Itulah mengapa Giddens melihat struktur sebagai sarana (medium dan resources) (Priyono, 2002:22-23).
Bila masyarakat telah melakukan baralek itu pertanda memberitahukan kepada khalayak ramai jika anggota keluarga telah melangsungkan perkawinan, atau juga disebut dengan istilah mamacah galanggang (memecah gelanggang) sehingga masyarakat dapat memaknai telah diberlangsungkan perkawinan.
Dari berbagai prinsip struktural, Giddens terutama melihat tiga gugus besar struktur. Pertama struktur penandaan atau signifikasi yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang menyangkut skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skemata peraturan normatif yang terungkap dalam tata hukum (Priyono, 2002:24).
Baralek merupakan praktik sosial pada gugus struktur signifikasi, dalam penyelenggaraan baralek adanya campur tangan ninik mamak yang mengharuskan diadakannya baralek ini adalah praktik sosial dalam bingkai dominasi. Aturan adat yang mengharuskan baralek agar perkawinannya dianggap sah secara adat merupakan praktik sosial dalam bingkai legitimasi. Dalam gerak praktik-praktik sosial, ketiga gugus prinsip struktural tersebut terkait satu sama lain. Struktur signifikasi pada gilirannya juga mencakup struktur dominasi dan legitimasi. (Priyono, 2002:24-25).
Dalam melakukan tindakan, Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku, yaitu motivasi tak sadar (unconscious motives), kesadaran praktis (practical consciousness) dan kesadaran diskursif (discursive consciousness). Motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tapi bukan tindakan itu sendiri (Priyono, 2002:28).
“Melakukan pesta bukan untuk tanda berbahagia, tapi hanya mengikut gengsi semata atau memang sebuah kewajiban apalagi perkawinan ingin dianggap sah”. Lain dengan motivasi tak sadar, “kesadaran diskursif” mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita (Priyono, 2002:28). Mengapa diadakan pesta baralek? Mungkin jawabannya adalah karena tidak ingin dicemooh oleh masyarakat atau menjaga nama keluarga.
Kesadaran praktis menunjukan pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Tahu jika saat perkawinan harus mengadakan pesta dan menjamu orang banyak adalah bentuk kesadaran praktis tersebut. Melalui kesadaran praktis ini kita tahu untuk apa melakukan pesta tanpa harus bertanya terus-menerus. Kesadaran praktis ini adalah kunci untuk memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial kita lambat laun menjadi struktur , dan bagaimana struktur itu mengekang serta memampukan tindakan/praktik sosial kita (Priyono, 2002:29). Menurut Giddens, tidak ada dinding pemisah antara kesadaran praktis dan kesadaran diskursif, hanya saja ada perbedaan antara apa yang dikatakan dengan apa yang semata-mata telah dilakukan, namun adalah penghalang-penghalang, terpusat terutama pada represi diantara kesadaran diskursif dan ketidaksadaran (Giddens, 2010:10)
Giddens mengungkapkan komponen-komponen teori strukturasi, pertama agen terus menerus memonitor pemikiran dan aktivitas mereka sendiri serta konteks sosial dan fisik mereka, dalam upaya mencari perasaan aman aktor merasionalisasikan kehidupan mereka, aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi meliputi keinginan dan hasrat yang mendorong tindakan (Ritzer dan Douglas, 2004:509). Untuk bertindak dengan sadar, maka seorang agen harus memiliki kesadaran praktis, dengan menekankan pada kesadaran praktis ini, terjadi transisi halus dari agen ke keagenan (agency). Giddens sangat menekankan pada keagenan (agency), keagenan berarti peran individu. Apapun yang terjadi, takkan menjadi struktur seandainya individu tak mencampurinya. Agen  mampu menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial dan agen takkan berarti apa-apa tanpa kekuasaan.   
            Inti konseptual teori strukturasi terletak pada pemikiran tentang struktur, sistem, dan dwi rangkap. Menurut Giddens, struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen. Giddens tak menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa atau mengendalikan tindakan, namun struktur sosial ini dekat dengan konsep sistem sosial Giddens. Giddens mendefenisikan sistem sosial sebagai praktik sosial yang dikembangbiakan, artinya struktur dapat terlihat dalam bentuk praktik sosial yang reproduksi. Jadi struktur serta muncul dalam sistem sosial dan menjelma dalam ingatan agen yang berpengetahuan banyak. Struktur didefinisikan sebagai “properti-properti yang berstruktur (aturan dan sumber daya) properti yang memungkinkan praktik sosial serupa yang dapat dijelaskan untuk eksis disepanjang ruang dan waktu, yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”. Giddens berpendapat bahwa struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas manusia (Ritzer dan Douglas, 2004:510).
                Agensi berkaitan dengan kejadian yang melibatkan individu sebagai pelaku, dalam artian bahwa individu itu bisa bertindak berbeda-beda dalam setiap fase apapun dalam suatu urutan tindakan tertentu. Apapun yang terjadi, tidak akan terjadi tanpa peranan individu tadi. Tindakan merupakan sebuah proses berkesinambungan, sebuah arus yang di dalamnya kemampuan introspeksi dan mawas diri yang dimiliki individu sangat penting bagi pengendalian terhadap tubuh yang biasa diperjalankan oleh para aktor dalam kehidupan keseharian mereka (Giddens, 2010:14).
Dengan kata lain, aktor berhenti menjadi agen kalau tidak bisa lagi menciptakan pertentangan. Konstitusi agen dan struktur bukanlah merupakan dua kumpulan fenomena biasa yang berdiri sendiri (dualisme), tapi mencerminkan dualitas. Kesimpulan yang dapat diambil dari teori yang sangat abstrak ini dan mendekatkan kepada realitas dengan membahas program riset yang dapat diambil dari teorinya itu.
Pertama: memusatkan perhatiannya pada institusi sosial yang  melintasi ruang dan waktu. Kedua: pemusatan perhatian pada perubahan institusi sosial melintasi ruang dan waktu. Ketiga: peneliti harus peka terhadap cara pemimpin berbagai institusi sosial ikut campur dan mengubah pola sosial. Keempat: pakar strukturasi perlu memonitor dan peka terhadap pengaruh temuan penelitian mereka terhadap kehidupan sosial (Ritzer dan Douglas, 2004:509-512).

Daftar Pustaka
Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Priyono, Herry. B. 2002. Anthony Gidden: Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Ritzer, Goerge dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar