Sebagai mahasiswa semester akhir, saya tentunya harus membuat skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana yang saya impi-impikan. Salah satu kendala untuk membuat tugas akhir ini adalah pemilihan teori dalam membedah kasus yang kita angkat. Saya diminta oleh pembimbing skripsi untuk menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens, teori yang kurang saya pahami, karena selam perkuliahan, tidak pernah diajarkan teori ini, semua mahasiswa yang menggunakan teori ini merasa galau karena hal tersebut. Saya berpikir kenapa teori ini tidak diiajarkan saat perkuliahan, asumsi saya karena teori ini membahas teori Interaksionisme simbolik dan Fungsional strukutural, namun karena kedua teori tersebut telah diajarkan di bangku kuliah, maka tidak perlu lagi mengulangi kedua teori tersebut diajarkan dalam teori strukturasi ini. Namun perbedaan dengan kedua teori tersebut adalah jika kedua teori tersebut saling bertentangan, sedangkan dalam teori ini menggabungkan kedua teori tersebut, nanti akan saya bahas dibawah.
Teori strukturasi adalah teori yang mengintegrasikan antara agen dan struktur. Giddens mengatakan bahwa setiap
riset dalam ilmu sosial atau sejarah selalu menyangkut penghubungan tindakan
(sering kali disinonimkan dengan agen) dengan struktur. Namun dalam hal ini tak
berarti bahwa struktur menentukan tindakan atau sebaliknya (Ritzer dan Douglas,
2004:507).
Teori
strukturasi menolak adanya dualisme teori antara teori interaksionisme simbolik
dengan fungsional struktural. Giddens menyatakan bahwa kita harus mulai dari
praktik (interaksi) sosial yang berulang, yaitu sebuah teori yang menghubungkan
antara agen dan struktur. Menurut Bernstein (dalam Ritzer dan Douglas,
2004:508), “tujuan fundamental dari teori strukturasi adalah untuk menjelaskan
hubungan dialektika dan saling pengaruh mempengaruhi antara agen dan struktur.
Menurut
Giddens, agen dan struktur tak dapat dipahami dalam keadaan saling terpisah,
agen dan struktur ibarat dua sisi mata uang logam. Seluruh tindakan sosial
memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Meskipun
titik tolak analisis Giddens adalah praktik atau tindakan sosial, tapi ia
berpendirian bahwa aktivitas bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial,
tetapi secara terus menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan
dengan cara itu mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor.
Hubungan
antara pelaku dan struktur berupa relasi dualitas, bukan dualisme. Dualitas itu
terjadi pada praktik sosial yang berulang dan terpola pada lintas ruang dan
waktu. Dualitas terletak dalam fakta bahwa suatu struktur mirip pedoman yang
menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat dan waktu tersebut merupakan
hasil perulangan berbagai tindakan kita. Berbeda dengan Durkhemian tentang
struktur, struktur dalam gagasan Giddens bersifat memberdayakan: memungkinkan
terjadinya praktik sosial, dari berbagai prinsip struktural. Itulah mengapa
Giddens melihat struktur sebagai sarana (medium dan resources)
(Priyono, 2002:22-23).
Bila masyarakat
telah melakukan baralek itu pertanda memberitahukan kepada khalayak
ramai jika anggota keluarga telah melangsungkan perkawinan, atau juga disebut
dengan istilah mamacah galanggang (memecah gelanggang) sehingga
masyarakat dapat memaknai telah diberlangsungkan perkawinan.
Dari berbagai
prinsip struktural, Giddens terutama melihat tiga gugus besar struktur. Pertama
struktur penandaan atau signifikasi yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan,
penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination)
yang menyangkut skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal
(ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation)
yang menyangkut skemata peraturan normatif yang terungkap dalam tata hukum
(Priyono, 2002:24).
Baralek merupakan praktik sosial pada gugus struktur signifikasi,
dalam penyelenggaraan baralek adanya campur tangan ninik mamak yang
mengharuskan diadakannya baralek ini adalah praktik sosial dalam bingkai
dominasi. Aturan adat yang mengharuskan baralek agar perkawinannya
dianggap sah secara adat merupakan praktik sosial dalam bingkai legitimasi.
Dalam gerak praktik-praktik sosial, ketiga gugus prinsip struktural tersebut
terkait satu sama lain. Struktur signifikasi pada gilirannya juga mencakup
struktur dominasi dan legitimasi. (Priyono, 2002:24-25).
Dalam
melakukan tindakan, Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku, yaitu
motivasi tak sadar (unconscious motives), kesadaran praktis (practical
consciousness) dan kesadaran diskursif (discursive consciousness).
Motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi
mengarahkan tindakan, tapi bukan tindakan itu sendiri (Priyono, 2002:28).
“Melakukan pesta
bukan untuk tanda berbahagia, tapi hanya mengikut gengsi semata atau memang
sebuah kewajiban apalagi perkawinan ingin dianggap sah”. Lain dengan motivasi
tak sadar, “kesadaran diskursif” mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan
memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita (Priyono,
2002:28). Mengapa diadakan pesta baralek? Mungkin jawabannya adalah
karena tidak ingin dicemooh oleh masyarakat atau menjaga nama keluarga.
Kesadaran
praktis menunjukan pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa
diurai. Tahu jika saat perkawinan harus mengadakan pesta dan menjamu orang
banyak adalah bentuk kesadaran praktis tersebut. Melalui kesadaran praktis ini
kita tahu untuk apa melakukan pesta tanpa harus bertanya terus-menerus.
Kesadaran praktis ini adalah kunci untuk memahami proses bagaimana berbagai tindakan
dan praktik sosial kita lambat laun menjadi struktur , dan bagaimana struktur
itu mengekang serta memampukan tindakan/praktik sosial kita (Priyono, 2002:29).
Menurut Giddens, tidak ada dinding pemisah antara kesadaran praktis dan
kesadaran diskursif, hanya saja ada perbedaan antara apa yang dikatakan dengan
apa yang semata-mata telah dilakukan, namun adalah penghalang-penghalang,
terpusat terutama pada represi diantara kesadaran diskursif dan ketidaksadaran
(Giddens, 2010:10)
Giddens
mengungkapkan komponen-komponen teori strukturasi, pertama agen terus menerus
memonitor pemikiran dan aktivitas mereka sendiri serta konteks sosial dan fisik
mereka, dalam upaya mencari perasaan aman aktor merasionalisasikan kehidupan
mereka, aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi meliputi
keinginan dan hasrat yang mendorong tindakan (Ritzer dan Douglas, 2004:509).
Untuk bertindak dengan sadar, maka seorang agen harus memiliki kesadaran
praktis, dengan menekankan pada kesadaran praktis ini, terjadi transisi halus
dari agen ke keagenan (agency). Giddens sangat menekankan pada keagenan (agency),
keagenan berarti peran individu. Apapun yang terjadi, takkan menjadi struktur
seandainya individu tak mencampurinya. Agen
mampu menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial dan agen takkan
berarti apa-apa tanpa kekuasaan.
Inti konseptual teori strukturasi
terletak pada pemikiran tentang struktur, sistem, dan dwi rangkap. Menurut
Giddens, struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen. Giddens tak
menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa atau mengendalikan tindakan,
namun struktur sosial ini dekat dengan konsep sistem sosial Giddens. Giddens
mendefenisikan sistem sosial sebagai praktik sosial yang dikembangbiakan,
artinya struktur dapat terlihat dalam bentuk praktik sosial yang reproduksi.
Jadi struktur serta muncul dalam sistem sosial dan menjelma dalam ingatan agen
yang berpengetahuan banyak. Struktur didefinisikan sebagai “properti-properti
yang berstruktur (aturan dan sumber daya) properti yang memungkinkan praktik
sosial serupa yang dapat dijelaskan untuk eksis disepanjang ruang dan waktu,
yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”. Giddens berpendapat bahwa struktur
hanya ada di dalam dan melalui aktivitas manusia (Ritzer dan Douglas,
2004:510).
Agensi berkaitan dengan kejadian yang melibatkan individu sebagai
pelaku, dalam artian bahwa individu itu bisa bertindak berbeda-beda dalam
setiap fase apapun dalam suatu urutan tindakan tertentu. Apapun yang terjadi,
tidak akan terjadi tanpa peranan individu tadi. Tindakan merupakan sebuah
proses berkesinambungan, sebuah arus yang di dalamnya kemampuan introspeksi dan
mawas diri yang dimiliki individu sangat penting bagi pengendalian terhadap
tubuh yang biasa diperjalankan oleh para aktor dalam kehidupan keseharian
mereka (Giddens, 2010:14).
Dengan kata
lain, aktor berhenti menjadi agen kalau tidak bisa lagi menciptakan
pertentangan. Konstitusi agen dan struktur bukanlah merupakan dua kumpulan
fenomena biasa yang berdiri sendiri (dualisme), tapi mencerminkan dualitas.
Kesimpulan yang dapat diambil dari teori yang sangat abstrak ini dan
mendekatkan kepada realitas dengan membahas program riset yang dapat diambil
dari teorinya itu.
Pertama: memusatkan perhatiannya pada institusi sosial yang melintasi ruang dan waktu. Kedua: pemusatan
perhatian pada perubahan institusi sosial melintasi ruang dan waktu. Ketiga:
peneliti harus peka terhadap cara pemimpin berbagai institusi sosial ikut
campur dan mengubah pola sosial. Keempat: pakar strukturasi perlu
memonitor dan peka terhadap pengaruh temuan penelitian mereka terhadap
kehidupan sosial (Ritzer dan Douglas, 2004:509-512).
Daftar Pustaka
Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi: Dasar-dasar
Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Priyono, Herry. B. 2002. Anthony Gidden: Suatu Pengantar.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Ritzer, Goerge dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar