Sumber foto: Google |
“Tuhan
bersama mahasiswa tahun akhir”. Mungkin itu sebuah kata mutiara yang sangat
disenangi oleh mahasiswa-mahasiswa penyusun daftar pustaka, kenapa tidak,
kondisi yang mengurung mereka agar secepatnya mengakhiri status ”pelajar”
sangatlah membutuhkan dukungan-dukungan dari berbagai pihak agar gelar sarjana
yang dinanti-nanti menyemat pada nama mereka. Saya cukup setuju dengan kalimat
tersebut, karena saya melihat mahasiswa tahun akhir biasanya akan merubah sikap
dalam pergaulan sehari-hari, mereka akan banyak beribadah, baik siang atau
malam hari meminta kepada Tuhan agar dimudahkan segala urusan dan dijauhkan
dari masa depan yang buruk.
Sebagai
mahasiswa tahun akhir, sangatlah banyak pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang
dilemparkan kepada saya, pertama pertanyaan seputar kuliah, yaitu kapan wisuda,
meskipun sudah dijawab dengan kalimat “sedang berjuang, mohon doakan” lalu
datanglah bertubi-tubi pertanyaan oleh lingkungan yang benar-benar serasa diintegorasi
oleh alam semesta. Misalnya pertanyaan setelah wisuda mau ngapain? Kerja dimana?
Bahkan kadang muncul pertanyaan seputar masa depan yang sesungguhnya, yaitu
kapan nikah? Udah punya calon jodohkah?. Itu adalah pertanyaan yang dilemparkan
oleh orang-orang yang memang sudah mengenal kita sejak lama
.
Pertanyaan
yang paling sulit dijawab adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang
yang tidak atau baru mengenal kita, apalagi pertanyaan tersebut dilontarkan
saat kita yang sudah melewati masa target kuliah. Sudah semester berapa
sekarang? Jawabannya cukup berat, kenapa tidak, yang orang tau, kuliah itu cuma
delapan semester namun saya jawab semester sembilan, kan terdengar ironis bagi
orang awam. Namun ketika menjawab semester sembilan, maka saya biasanya
langsung menambahkan dengan kalimat “sedang menyusun sekarang kok”. Ya kalimat
diplomatis atau sebagai verifikasi agar jawaban semester sembilan tidak
terdengar aneh.
Saya
kadang cukup jengkel juga dengan vonis memvonis mahasiswa yang lambat tamat,
entah kenapa stigma buruk kadang menyemat pada mahasiswa yang lambat tamat,
dianggap ngapain aja selama kuliah dan lain-lain. Ada beberapa alasan yang
membuat mahasiswa lambat tamat, tidak semuanya bernada negatif, malahan bagi
saya memiliki sisi positif, jadi itu tergantung perspektif masing-masing orang.
1.
Sudah
memiliki pekerjaan
Saya sangat senang dengan mahasiswa tipe yang satu ini, sebelum
wisuda sudah memiliki pekerjaan tetap, meskipun harus mengorbankan tugas
akhirnya, namun bagi saya itu adalah konsekuensi dari sebuah keputusan, daripada
wisuda tapi nganggur lama. Karena zaman sekarang ini mencari kerja sangatlah
susah, karena lapangan kerja tidak berimbang dengan jumlah lulusan perguruan
tinggi.
2.
Aktivis
Saya sebagai mahasiwa yang pernah berkecimpung di salah satu
organisasi mahasiswa tentunya sedikit banyak sudah melihat bagaimana mahasiswa
aktivis ini berkegiatan sehari-hari. Banyak waktu yang mereka habiskan untuk
mengurus roda organisasi, apalagi organisasi yang benar-benar bisa menempa
sesuai hobinya. Bukannya tidak memiliki pilihan antar kuliah atau organisasi,
kadang mahasiswa yang masih berorganisasi di tahun akhir salah satunya karena
panggilan jiwa untuk terus menggerakan roda organisasi, karena setiap tahun
terjadi regenerasi organisasi, namun generasi penerus belum tentu mampu
sepenuhnya untuk menjalankan roda organisasi tanpa bimbingan senior-seniornya,
oleh karena itu menjadi panggilan moral tersendiri oleh aktivis senior ini agar
rela meninggalkan tugas akhir demi membimbing adik-adik generasi penerusnya di
dalam lingkup organisasi tersebut.
3.
Mahasiswa
petualang
Mahasiswa tipe satu ini memang bukanlah aktivis kampus yang sibuk
mengurus organisasi atau bekerja di perusahaan seperti tipe pertama diatas. Mahasiswa
petualang ini biasanya sibuk mencari peluang-peluang meraih prestasi atau
mencari pengalaman-pengalaman lain seperti ikut mendaki gunung, ikut bermacam
lomba dan sebagainya.
Tidak
selamanya mahasiswa lambat tamat itu dicap negatif, bahkan saya juga ingin
mengkritisi mahasiwa yang tamat dibawah empat tahun, namun sulit mencari kerja,
karena yang mereka bawa kedunia nyata hanya selembar kertas (ijazah) tanpa
pengalaman lain yang bahasa kerennya soft skill.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar