Minggu, 09 Oktober 2016

Tuhan bersama mahasiswa tahun akhir

Sumber foto: Google
“Tuhan bersama mahasiswa tahun akhir”. Mungkin itu sebuah kata mutiara yang sangat disenangi oleh mahasiswa-mahasiswa penyusun daftar pustaka, kenapa tidak, kondisi yang mengurung mereka agar secepatnya mengakhiri status ”pelajar” sangatlah membutuhkan dukungan-dukungan dari berbagai pihak agar gelar sarjana yang dinanti-nanti menyemat pada nama mereka. Saya cukup setuju dengan kalimat tersebut, karena saya melihat mahasiswa tahun akhir biasanya akan merubah sikap dalam pergaulan sehari-hari, mereka akan banyak beribadah, baik siang atau malam hari meminta kepada Tuhan agar dimudahkan segala urusan dan dijauhkan dari masa depan yang buruk.




Sebagai mahasiswa tahun akhir, sangatlah banyak pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang dilemparkan kepada saya, pertama pertanyaan seputar kuliah, yaitu kapan wisuda, meskipun sudah dijawab dengan kalimat “sedang berjuang, mohon doakan” lalu datanglah bertubi-tubi pertanyaan oleh lingkungan yang benar-benar serasa diintegorasi oleh alam semesta. Misalnya pertanyaan setelah wisuda mau ngapain? Kerja dimana? Bahkan kadang muncul pertanyaan seputar masa depan yang sesungguhnya, yaitu kapan nikah? Udah punya calon jodohkah?. Itu adalah pertanyaan yang dilemparkan oleh orang-orang yang memang sudah mengenal kita sejak lama
.
Pertanyaan yang paling sulit dijawab adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak atau baru mengenal kita, apalagi pertanyaan tersebut dilontarkan saat kita yang sudah melewati masa target kuliah. Sudah semester berapa sekarang? Jawabannya cukup berat, kenapa tidak, yang orang tau, kuliah itu cuma delapan semester namun saya jawab semester sembilan, kan terdengar ironis bagi orang awam. Namun ketika menjawab semester sembilan, maka saya biasanya langsung menambahkan dengan kalimat “sedang menyusun sekarang kok”. Ya kalimat diplomatis atau sebagai verifikasi agar jawaban semester sembilan tidak terdengar aneh.

Saya kadang cukup jengkel juga dengan vonis memvonis mahasiswa yang lambat tamat, entah kenapa stigma buruk kadang menyemat pada mahasiswa yang lambat tamat, dianggap ngapain aja selama kuliah dan lain-lain. Ada beberapa alasan yang membuat mahasiswa lambat tamat, tidak semuanya bernada negatif, malahan bagi saya memiliki sisi positif, jadi itu tergantung perspektif masing-masing orang.

1.      Sudah memiliki pekerjaan
Saya sangat senang dengan mahasiswa tipe yang satu ini, sebelum wisuda sudah memiliki pekerjaan tetap, meskipun harus mengorbankan tugas akhirnya, namun bagi saya itu adalah konsekuensi dari sebuah keputusan, daripada wisuda tapi nganggur lama. Karena zaman sekarang ini mencari kerja sangatlah susah, karena lapangan kerja tidak berimbang dengan jumlah lulusan perguruan tinggi.

2.      Aktivis
Saya sebagai mahasiwa yang pernah berkecimpung di salah satu organisasi mahasiswa tentunya sedikit banyak sudah melihat bagaimana mahasiswa aktivis ini berkegiatan sehari-hari. Banyak waktu yang mereka habiskan untuk mengurus roda organisasi, apalagi organisasi yang benar-benar bisa menempa sesuai hobinya. Bukannya tidak memiliki pilihan antar kuliah atau organisasi, kadang mahasiswa yang masih berorganisasi di tahun akhir salah satunya karena panggilan jiwa untuk terus menggerakan roda organisasi, karena setiap tahun terjadi regenerasi organisasi, namun generasi penerus belum tentu mampu sepenuhnya untuk menjalankan roda organisasi tanpa bimbingan senior-seniornya, oleh karena itu menjadi panggilan moral tersendiri oleh aktivis senior ini agar rela meninggalkan tugas akhir demi membimbing adik-adik generasi penerusnya di dalam lingkup organisasi tersebut.

3.      Mahasiswa petualang
Mahasiswa tipe satu ini memang bukanlah aktivis kampus yang sibuk mengurus organisasi atau bekerja di perusahaan seperti tipe pertama diatas. Mahasiswa petualang ini biasanya sibuk mencari peluang-peluang meraih prestasi atau mencari pengalaman-pengalaman lain seperti ikut mendaki gunung, ikut bermacam lomba dan sebagainya.

Tidak selamanya mahasiswa lambat tamat itu dicap negatif, bahkan saya juga ingin mengkritisi mahasiwa yang tamat dibawah empat tahun, namun sulit mencari kerja, karena yang mereka bawa kedunia nyata hanya selembar kertas (ijazah) tanpa pengalaman lain yang bahasa kerennya soft skill. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar