Ketika berbelanja
di kedai lontong di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah
Datar kita akan terkejut dengan harga seporsi lontoong yang kita makan. Bukan mahal
yang jadi masalah, tapi harganya yang dibawah harga-harga lontong daerah lain
yang membuat kita terheran-heran. Perbandingan antara lontong yang kita makan
dengan harga yang kita bayar sungguh jauh berbeda. Harga seporsi lontong
lengkap dengan mie hanya 3000 rupiah.
Jika kita
menengok secara meyeluruh masyarakat Nagari Koto Baru, begitu kuat solidaritas
antar sesama, ketika ada kegiatan yang diadakan oleh pemerintahan nagari
ataupun para pemuda, maka masyarakat ikut membantu untuk menyukseskannya, baik
bantuan dalam bentuk non materi, maupun bantuan materi, walaupun hanya secupak beras. Tingkat solidaritas yang
tinggi ini juga berimbas terhadap para pedagang lontong yang ada di nagari ini.
Berdagang tidak lagi memikirkan keuntungan ekonomis, karena jika mengatakan
bahwa pedagang mencari keuntungan seacara ekonomis, jelas teori ekonomi yang
mengatakan “dengan modal tertentu, mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”
telah mereka patahkan. Karena realitas sosial yang ada bahwa pedagang lontong
di Koto Baru tidak menjual lontong dengan harga yang “wajar”, sebagaimana harga
lontong di kota dimana para pedagangnya mencari untung sebesar-besarnya.
Dalam kajian
sosiologi, mengenai ekonomi moral pedagang, menjelaskan bahwa masyarakat
perdesaan memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, hingga berimbas kepada pola
perdagangannya. Para pedagang tidak lagi memikirkan keuntungan materil, tapi
terdapat nilai-nilai dan norma-norma disana. Misalnya nilai-nilai agama,
sebagai penganut agama Islam yang mana bekerja adalah ibadah, menjadi landasan
para pedagang lontong tersebut. Bagi mereka berdagang adalah ibadah, dimana
dapat membantu masyarakat yang membutuhkan sarapan pagi, serta sebagai sarana
menyambung tali silaturahmi dengan sesama yang jelas-jelas telah diperintahkan dalam
agama Islam.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki tingkat solidaritas yang tinggi
tidak lagi memikirkan keuntungan materil dalam beryindak. Pedagang lontong di
Nagari Koto Baru adalah contoh nyata jika terdapat pedagang yang berdagang
untuk beribadah, mencari keuntungan non-materil.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar