Minggu, 17 Agustus 2014

MAKALAH SOSIOLOGI KEBUDAYAAN ”PRODUKSI MAKNA: GLOBALISASI DAN PRODUKSI MAKNA”


KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PRODUKSI MAKNA: GLOBALISASI DAN PRODUKSI MAKNA”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sosiologi Kebudayaan.
            Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
1.      Orang tua yang telah membantu dalam hal moril maupun materil
2.      Dosen mata kuliah Sistem Ekonomi Indonesia yang telah memberikan tugas ini agar penulis lebih mengertidan mengetahui dalam kegiatan ekspor dan impor dan perkembangannya.
3.      Kepada teman-teman yang telah membantu juga dalam pembuatan makalah ini.
            Akhirnya penulis berharap semoga Tuhan memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin
            Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

                                                                                                            Padang, Mei 2014

Penulis









BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain

1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar be;akang diatas dapat masalah yang dapat dirumuskan adalah:
a.       Apa Konsep Globalisasi
b.      Bagaimana Glibalisasi Menciptakan Buadaya Konsumen
c.       Bagaimana Tesis McDonalisasi
d.      Bagaimana Tesis Pribumisasi
1.3 Tujuan
            Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Mengetahui konsep-konsep globalisasi
b.      Mengetahui cara globalisasi menciptakan budaya konsumen
c.       Mengetahui tesis Mcdonalisasi dan Pribumisasi




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Globalisasi
            Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
            Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992).
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
2.2 Globalisasi dan penyebaran budaya konsumen
            Kata globalisasi mempunyai hubungan yang erat dengan istilah kapitalisme global atau ekonomi pasar bebas, globalisasi kebudayaan, pascamodernisme dan pascamodernitas.. Globalisasi juga bisa dilihat sebagai suatu tatanan sosial yang penuh dengan ilusi; menciptakan dunia di mana manusia senang untuk tinggal di dalamnya. Kapitalisme pun menjadi kapitalisme global yang mempengaruhi masyarakat dunia lewat berbagai strategi ekonomi. Bahkan hal yang sama bisa dimanfaatkan secara luar biasa untuk mengubah realitas secara radikal (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 11). Benjamin R. Barber menyebut globalisasi yang didukung oleh transparansi dan ekspansi informasi ini sebagai “satu tema dunia”, di mana negara diikat secara bersama dengan tali komunikasi, hiburan, dan yang paling berpengaruh yakni perdagangan, baik perdagangan barang dan jasa maupun perdagangan saham dan uang atau valuta (Barber, 1996: 4). Analisa lain menghubungkan globalisasi dengan istilah “Mc World”. Sebagaimana fenomena McDonald’s, maka sebagai McWorld globalisasi identik dengan dunia yang “serba-fast” Ada yang namanya fast food atau McDonald itu sendiri, ada “fast-music” yang diwakili oleh MTV dan “fast-computer” seperti Macintosh, IBM, dan seterusnya. (Barber, 1996: 4). Dengan demikian globalisasi dapat didefinisikan dengan beragam cara tergantung pada bidang kehidupan tertentu seperti antara lain bidang kebudayaan, ekonomi –kapitalisme global, politik, komunikasi multimedia, dan lain sebagainya.  

Kapitalisme Global

            Globalisasi, dalam taraf tertentu, dapat diidentikkan dengan globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi ini pada pada kenyataannya merupakan istilah lain dari ekonomi pasar bebas ataupun kapitalisme global. Kapitalisme global mulai berkembang pesat, segera setelah ‘Perang Dingin’ yang berakhir tahun 1980-an. Maka, globalisasi dapat diidentikkan dengan kapitalisme global yang menuntut perubahan konstan dan tujuan jelas. Dengan adanya kapitalisme global ini maka pasar berkembang menjadi pasar bebas yang tidak hanya menyangkut komoditas dan jasa tetapi juga pasar valuta dan pasar modal. Dalam situasi itu masyarakat terkondisi sebagai masyarakat yang liberal dan demokratis karena kapitalisme global hanya dapat berkembang dalam ranah seperti itu.

Kapitalisme Global dan Masyarakat Konsumen

            Masyarakat yang hidup di zaman kapitalisme global adalah masyarakat konsumen. Masyarakat seperti demikian sebenarnya adalah masyarakat yang telahn menjadi hamba dari ciptaannya sendiri, yaitu kapitalisme global. Kemajuan yang diusung dalam globalisasi telah membawa masyarakat dalam situasi terkungkung dalam jerat-jerat dan “rayuan” kapitalisme global, tatanan yang menawarkan berbagai kemudahan, keindahan, dan pemenuhan kebutuhan yang serba instan. Dengan budaya konsumsi yang dipegangnya, masyarakat konsumen sebenarnya merupakan hasil kreasi kapitalisme global. Perkembangan kapitalisme global membutuhkan adanya masyarakat konsumen (consumer society) yang akan melahap semua produk kapitalisme tersebut. Masyarakat konsumen adalah masyarakat yang eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang dikonsumsi. Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi. Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan semakin dan terus menerusnya mengkonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi. Bukan hanya dirinya saja yang mengaktualisasikan diri lewat tindakan konsumsi, orang lain juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya itu. Artinya eksistensi orang lain pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan  standar status sosial yang dipegangnya. Di sini peran media massa dengan program advertising-nya sangat menonjol. Gaya konsumsi yang dipandu oleh advertising atau iklan dalam kapitalisme global, ternyata telah menciptakan suatu masyarakat konsumen yang mengkonsumsi, yang seakan-akan menjadi “sapi perahan” kaum kapitalis.

2.3 Tesis McDonalisasi
            McDonalisasi merupakan komsumsi baru bagi masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. McDonalisasi merupakan sebuah proses dengan apa prinsip-prinsip dari restoran cepat saji semakin lama semakin banyak sector dari masyarakat Amerika dan sejumlah besar masyarakat lainnya di seluruh dunia. Ada beberapa prinsip kerja yang menjadi model McDonalisasi yaitu: efesiensi, kemampuan memperhitungkan, kemampuan memperediksi dan mengontrol terutama melalui penggantian tehnologi manusia dengan mesin. Dan tidak saja pada industry cepat saji tetapi diterapkan pada industry pendidikan, politik agama, serta peradilan criminal. Ritzer(1999; 567)  McDonalisasi adalah salah satu dari alat komsumsi yang baru, selain alat lainnya, seperti mall, megamall,(misalnya Mall of Amaerca) cybermall, superstore ( misalnya, Toys, “R” Us) discounter (WalMart), salauran hiburan, hotel-kasino Las Vegas, teman bertemakan ala Disney dan sebagainya.
            McDonaldisasi adalah istilah yang dikemukakan oleh George Ritzer (sosiolog dari Universitas Maryland) dalam The McDonaldization of Society (1993) untuk menunjukkan suatu proses dimana prinsip-prinsip restoran cepat saji (lebih khusus lagi: McDonald’s) mulai mendominasi berbagai sektor masyarakat di seluruh dunia, mulai dari bisnis restoran, agama, seks, pendidikan, dunia kerja, biro periklanan, politik, program diet, keluarga dsb. Ritzer menjelaskan empat prinsip McDonald’s (dan model McDonald’s) yang kemudian mendominasi sektor lain (McDonaldisasi).
            Pertama, McDonald’s menawarkan efisiensi. Sistem McDonald’s menawarkan kepada kita sebuah metode yang optimal untuk mendapatkan satu hal ke hal yang lain. Secara umum McDonald’s menawarkan cara-cara terbaik untuk mengubah rasa lapar kita menjadi kenyang.
            Kedua, McDonald’s menawarkan kepada kita makanan dan layanan yang terkuantifikasi dan terkalkulasi. McDonald’s membuktikan nilai budaya yang diyakini banyak orang, “yang lebih besar adalah yang lebih baik”, kuantitas adalah sejajar dengan kualitas. Karena itu kita memesan Big Mac, karena kita dapat mengkalkulasi dan merasakan bahwa kita mendapatkan porsi makanan yang lebih besar dan banyak.
            Ada bentuk kalkulasi lain yang ditawarkan McDonald’s, yaitu kalkulasi penghematan waktu. McDonald’s menjanjikan, entah benar atau tidak, bahwa pergi dan makan di McDonald’s lebih hemat waktu ketimbang makan di rumah. Kalkulasi waktu ini juga meruapak kunci sukses sistem home-delivery (pesanan diantar ke rumah) McDonald’s. Beberapa restoran cepat saji mengkombinasikan kalkulasi waktu ini dengan uang. Misalnya Pizza Hut (tidak di semua tempat/kota) menjanjikan pesanan pan pizza akan sampai dalam 5 menit atau pizza itu menjadi milik Anda tanpa perlu membayar.
            Ketiga, McDonald’s menawarkan kepada kita keterprediksian. Kita tahu bahwa Big Mac yang kita makan di Malioboro Mall akan sama isi dan rasanya dengan apa yang akan kita makan di New York atau Chicago. Kita juga mengetahui bahwa apa yang kita pesan minggu depan atau tahun depan akan identik dengan apa yang kita makan hari ini. Mengetahui bahwa McDonald’s tidak menawarkan kejutan adalah sebuah kenyaman besar, bahwa makanan yang kita makan dalam satu waktu atau satu tempat pasti akan identik dengan yang akan kita makan di waktu dan tempat yang lain. Kita tahu bahwa Big Mac berikutnya yang kita makan tidak akan tidak enak, tidak ada pengecualian bagi kelezatan, semuanya pasti akan lezat dan enak. Kesuksesan McDonald’s mengindikasikan bahwa banyak orang lebih senang dengan sebuah dunia tanpa kejutan.
            Keempat, McDonald’s menawarkan kontrol, terutama penggantian pekerja manusia dengan mesin. Orang-orang yang bekerja di restoran cepat saji dilatih untuk melakukan hal-hal yang sangat terbatas dengan sangat tepat seperti yang diperintahkan. Manajer harus mendapat kepastian bahwa semuanya bekerja pada jalurnya. Orang yang makan di di restoran cepat saji juga terkontrol, meskipun secara tidak langsung. Aturan-aturan, menu terbatas, pilihan terbatas, kursi yang tidak nyaman, semuanya mengarahkan acara makan seperti yang diinginkan oleh manajemen: makan cepat dan pergi.
            McDonald’s juga mengontrol orang dengan mengganti pekerja manusia dengan mesin. Pekerja manusia, betapapun terlatihnya mereka, masih dapat berbuat kesalahan yang akan mengacaukan sistem. Pekerja yang kurang tangkas juga membuat pemasakan dan pengantaran Big Mac menjadi tidak efisien. Pekerja yang lainnya juga bisa saja kelupaan menambahkan saus khusus untuk hamburger, yang membuatnya menjadi tak terprediksi. Yang lain lagi bisa saja memasukkan kentang terlalu banyak ke dalam kotak, sehingga sajian kentang menjadi jelek dan kedodoran. Dengan banyak alasan lain, McDonald’s mengganti manusia dengan mesin, seperti soft-drink dispenser yang akan berhenti secara otomatis begitu gelas penuh, mesin penggoreng kentang yang akan berbunyi begitu kentang renyah, mesin pembayaran yang terprogram yang membuat kasir meminimalkan penjumlahan, dan yang segera menyusul adalah robot pembuat hamberger. Semua teknologi ini menjanjikan kerja yang lebih terkontrol di restoran cepat saji.
            Prisip-prinsip McDonald’s adalah komponen dasar sistem masyarakat modern yang rasional. Ritzer menunjukkan bagaimana sistem yang rasional ini sebenarnya penuh dengan irasionalitas. Meningkatnya layanan home-delivery di Jepang misalnya, bukannya meningkatkan efisiensi, tetapi malah membuat jalan raya dipenuhi mobil-mobil pengantar pesanan dan membuat meningkatnya kemacetan. Contoh lain, karena kantor-kantor dipenuhi dengan mesin-mesin penjawab dan pengatur lalu-lintas telepon, kini untuk menghubungi seseorang kita harus melewati banyak sekali nomor.
2.4  Pribumisasi
            Globalisasi, bagaimanapun juga, tidak selalu bisa diterjemahkan sebagai proses homogenisasi global. Telaah tentang eksisten kebudayaan nasional dalam konteks globalisasi, memang cenderung terpola sekitar kemungkinan tampilnya kebudayaan global, atau homogenisasi global dari kebudayaan-kebudayaan yang ada. Kubu pemikiran kiri, dalam tema bahasan imperialisme kebudayaan, telah mengemukakan serangkaian fakta mengenai homogenisasi global, atau bahkan lebih spesifik lagi "Amerikanisasi" kebudayaan-kebudayaan nasional (antara lain oleh Hamelink, 1993; Mattelart, 1983, and Sohiller, 1976). Kubu konservatif kanan cenderung pula menelaah globalisasi dalam kaitannya dengan homogenisasi global. Fukuyama (1989) contohnya, melalui tesis the end of history sebenarnya juga mengklaim, bahwa dengan robohnya komunisme dan fasisme, maka kapitalisme dan demokrasi akan menjadi bagian tiap kebudayaan nasional.
            Tetapi telaah homogenisasi kebudayaan itu semua kurang jeli mengamati, bahwa globalisasi memuat pula sejumlah sisi kontradiktif, yakni yang justru melahirkan daya penangkal proses homogenisasi global. Penerimaan global terhadap paham negara kebangsaan (nation state) contohnya, merupakan salah satu unsur awal proses globalisasi, yang walaupun memang mampu memperkuat daya sentripetal ke arah homogenisasi global (antara lain melalui kerja sama, pelembagaan, dan aturan internasional), namun di lain pihak juga memiliki mekanisme internal yang berfungsi memelihara daya sentrifugal penangkal arus globalisasi. Dalam satuan negara kebangsaan tadi, berbagai kepentingan untuk memperoleh legitimasi politik dapat dibingkai dalam suatu strategi kebudayaan yang bertema "nasionalisme", untuk "mempribumikan" arus globalisasi dari Barat. Ini tidak saja berupa upaya "mempribumikan" unsur kebudayaan global yang mencakup kesenian, gaya hidup, dan pendidikan, tetapi juga kapitalisme dan demokrasi.
            Oleh karenanya, ide demokrasi, dalam makna seperti yang kita jumpai di Barat, tidak sepenuhnya bisa terserap sebagai bagian dari suatu kebudayaan nasional. Walaupun kebudayaan nasional, sebagai realitas "obyektif", telah menjadikan demokrasi bagian darinya (yakni dengan pelembagaan dan aktivitas ritual demokrasi, seperti yang kita jumpai di Barat), namun sebagai realitas subyektif kesemuanya mungkin didominasi oleh satu versi penafsiran demokrasi, yang telah mempribumikan demokrasi sedemikian rupa, sehingga kehilangan maknanya yang sejati.
            Di banyak negara, kapitalisme juga diserap dengan semangat untuk menyesuaikanya dengan kondisi unik latar belakang historis yang dimiliki, ataupun semangat untuk menulis sendiri sejarah kebudayaan mereka. Ini bisa diamati melalui model-model pembangunan kapitalis, yang dikembangkan oleh negara-negara Dunia Ketiga setelah dasawarsa '70an. Keberhasilan Korea Selatan contohnya, didasarkan atas suatu pribumisasi model pembangunan kapitalis yang sedemikian rupa, sehingga tidak lagi bisa dijelaskan melalui teori pembangunan kapitalis neoklasik. Hanya saja tak semua pribumisasi pembangunan kapitalis benar-benar didasarkan atas semangat untuk menemukan model pembangunan yang paling bermanfaat dan sesuai dengan kondisi setempat, dan tak semuanya pula mampu menampilkan keberhasilan yang berarti.
















DAFTAR PUSTAKA
Giddens, Anthony. 2001.  Teori Strukturisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ritzer,George 2010. Teori Sosiologi Modern Edisi ke 6.  Jakarta : Kencana Premedia Grup
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Rajawali Pers.
Barker, Chris 2004. Cultural Studies. Teori & Praktik. Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Anonim. 2006. Kebudayaan. http://dedynhidayat.blogspot.com/2006/06/globalisasi kebudayaan.html [Diakses tanggal 23 Mei 2014]

Tidak ada komentar :

Posting Komentar