KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PRODUKSI MAKNA:
GLOBALISASI DAN PRODUKSI MAKNA”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas
dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sosiologi Kebudayaan.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada :
2. Dosen mata
kuliah Sistem Ekonomi Indonesia yang telah memberikan tugas ini agar penulis
lebih mengertidan mengetahui dalam kegiatan ekspor dan impor dan
perkembangannya.
3. Kepada
teman-teman yang telah membantu juga dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga Tuhan memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Padang,
Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban
manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses
manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh
aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan
permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah
istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer
sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai
istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh
dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia
secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai
dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut
mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai
pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas
dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara terhadap
negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi,
pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar be;akang diatas dapat masalah yang dapat dirumuskan adalah:
a.
Apa Konsep Globalisasi
b.
Bagaimana Glibalisasi Menciptakan Buadaya
Konsumen
c.
Bagaimana Tesis McDonalisasi
d.
Bagaimana Tesis Pribumisasi
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.
Mengetahui konsep-konsep globalisasi
b.
Mengetahui cara globalisasi menciptakan
budaya konsumen
c.
Mengetahui tesis Mcdonalisasi dan
Pribumisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Globalisasi
Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu
pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan
dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan
koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks
institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan
refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak
penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi
sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya
sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi
adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan
budaya.
Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan
oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi,
sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh
penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk
lokal dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai
peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa
konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang
lain.(A.G. Mc.Grew, 1992).
Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan
komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan
bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan
teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat
mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan
terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga
berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya
berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
2.2 Globalisasi dan penyebaran budaya konsumen
Kata globalisasi mempunyai hubungan yang erat dengan
istilah kapitalisme global atau ekonomi pasar bebas, globalisasi kebudayaan,
pascamodernisme dan pascamodernitas.. Globalisasi juga bisa dilihat sebagai
suatu tatanan sosial yang penuh dengan ilusi; menciptakan dunia di mana manusia
senang untuk tinggal di dalamnya. Kapitalisme pun menjadi kapitalisme global
yang mempengaruhi masyarakat dunia lewat berbagai strategi ekonomi. Bahkan hal yang
sama bisa dimanfaatkan secara luar biasa untuk mengubah realitas secara radikal
(Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 11). Benjamin R. Barber
menyebut globalisasi yang didukung oleh transparansi dan ekspansi informasi ini
sebagai “satu tema dunia”, di mana negara diikat secara bersama dengan tali
komunikasi, hiburan, dan yang paling berpengaruh yakni perdagangan, baik perdagangan
barang dan jasa maupun perdagangan saham dan uang atau valuta (Barber, 1996: 4).
Analisa lain menghubungkan globalisasi dengan istilah “Mc World”.
Sebagaimana fenomena McDonald’s, maka sebagai McWorld globalisasi
identik dengan dunia yang “serba-fast” Ada yang namanya fast food atau
McDonald itu sendiri, ada “fast-music” yang diwakili oleh MTV dan
“fast-computer” seperti Macintosh, IBM, dan seterusnya. (Barber,
1996: 4). Dengan demikian globalisasi dapat didefinisikan dengan beragam cara
tergantung pada bidang kehidupan tertentu seperti antara lain bidang
kebudayaan, ekonomi –kapitalisme global, politik, komunikasi multimedia, dan
lain sebagainya.
Kapitalisme Global
Globalisasi, dalam taraf tertentu,
dapat diidentikkan dengan globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi ini pada
pada kenyataannya merupakan istilah lain dari ekonomi pasar bebas ataupun
kapitalisme global. Kapitalisme global mulai berkembang pesat, segera setelah
‘Perang Dingin’ yang berakhir tahun 1980-an. Maka, globalisasi dapat
diidentikkan dengan kapitalisme global yang menuntut perubahan konstan dan
tujuan jelas. Dengan adanya kapitalisme global ini maka pasar berkembang
menjadi pasar bebas yang tidak hanya menyangkut komoditas dan jasa tetapi juga
pasar valuta dan pasar modal. Dalam situasi itu masyarakat terkondisi sebagai
masyarakat yang liberal dan demokratis karena kapitalisme global hanya dapat berkembang
dalam ranah seperti itu.
Kapitalisme Global dan
Masyarakat Konsumen
Masyarakat yang hidup di zaman
kapitalisme global adalah masyarakat konsumen. Masyarakat seperti demikian sebenarnya
adalah masyarakat yang telahn menjadi hamba dari ciptaannya sendiri, yaitu kapitalisme
global. Kemajuan yang diusung dalam globalisasi telah membawa masyarakat dalam
situasi terkungkung dalam jerat-jerat dan “rayuan” kapitalisme global, tatanan
yang menawarkan berbagai kemudahan, keindahan, dan pemenuhan kebutuhan yang
serba instan. Dengan budaya konsumsi yang dipegangnya, masyarakat konsumen
sebenarnya merupakan hasil kreasi kapitalisme global. Perkembangan kapitalisme
global membutuhkan adanya masyarakat konsumen (consumer society) yang
akan melahap semua produk kapitalisme tersebut. Masyarakat konsumen adalah masyarakat
yang eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang dikonsumsi.
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya melihat tujuan dan
totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi. Eksistensinya
dijalankan dan dipertahankan hanya dengan semakin dan terus menerusnya
mengkonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi. Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri lewat tindakan konsumsi, orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya itu. Artinya eksistensi orang
lain pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan
standar status sosial yang dipegangnya. Di sini peran media massa dengan
program advertising-nya sangat menonjol. Gaya konsumsi yang dipandu oleh
advertising atau iklan dalam kapitalisme global, ternyata telah
menciptakan suatu masyarakat konsumen yang mengkonsumsi, yang seakan-akan
menjadi “sapi perahan” kaum kapitalis.
2.3 Tesis McDonalisasi
McDonalisasi
merupakan komsumsi baru bagi masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. McDonalisasi
merupakan sebuah proses dengan apa prinsip-prinsip dari restoran cepat saji
semakin lama semakin banyak sector dari masyarakat Amerika dan sejumlah besar
masyarakat lainnya di seluruh dunia. Ada beberapa prinsip kerja yang menjadi
model McDonalisasi yaitu: efesiensi, kemampuan memperhitungkan, kemampuan
memperediksi dan mengontrol terutama melalui penggantian tehnologi manusia
dengan mesin. Dan tidak saja pada industry cepat saji tetapi diterapkan pada
industry pendidikan, politik agama, serta peradilan criminal. Ritzer(1999; 567)
McDonalisasi adalah salah satu dari alat komsumsi yang baru, selain alat
lainnya, seperti mall, megamall,(misalnya Mall of Amaerca) cybermall,
superstore ( misalnya, Toys, “R” Us) discounter (WalMart), salauran hiburan,
hotel-kasino Las Vegas, teman bertemakan ala Disney dan sebagainya.
McDonaldisasi
adalah istilah yang dikemukakan oleh George Ritzer (sosiolog dari Universitas
Maryland) dalam The McDonaldization of Society (1993) untuk menunjukkan
suatu proses dimana prinsip-prinsip restoran cepat saji (lebih khusus lagi:
McDonald’s) mulai mendominasi berbagai sektor masyarakat di seluruh dunia,
mulai dari bisnis restoran, agama, seks, pendidikan, dunia kerja, biro
periklanan, politik, program diet, keluarga dsb. Ritzer menjelaskan empat
prinsip McDonald’s (dan model McDonald’s) yang kemudian mendominasi sektor lain
(McDonaldisasi).
Pertama, McDonald’s menawarkan efisiensi.
Sistem McDonald’s menawarkan kepada kita sebuah metode yang optimal untuk
mendapatkan satu hal ke hal yang lain. Secara umum McDonald’s menawarkan
cara-cara terbaik untuk mengubah rasa lapar kita menjadi kenyang.
Kedua, McDonald’s menawarkan kepada kita makanan
dan layanan yang terkuantifikasi dan terkalkulasi. McDonald’s membuktikan nilai
budaya yang diyakini banyak orang, “yang lebih besar adalah yang lebih baik”,
kuantitas adalah sejajar dengan kualitas. Karena itu kita memesan Big Mac,
karena kita dapat mengkalkulasi dan merasakan bahwa kita mendapatkan porsi
makanan yang lebih besar dan banyak.
Ada
bentuk kalkulasi lain yang ditawarkan McDonald’s, yaitu kalkulasi penghematan
waktu. McDonald’s menjanjikan, entah benar atau tidak, bahwa pergi dan makan di
McDonald’s lebih hemat waktu ketimbang makan di rumah. Kalkulasi waktu ini juga
meruapak kunci sukses sistem home-delivery (pesanan diantar ke rumah)
McDonald’s. Beberapa restoran cepat saji mengkombinasikan kalkulasi waktu ini
dengan uang. Misalnya Pizza Hut (tidak di semua tempat/kota) menjanjikan
pesanan pan pizza akan sampai dalam 5 menit atau pizza itu menjadi milik Anda
tanpa perlu membayar.
Ketiga, McDonald’s menawarkan kepada kita
keterprediksian. Kita tahu bahwa Big Mac yang kita makan di Malioboro Mall akan
sama isi dan rasanya dengan apa yang akan kita makan di New York atau Chicago.
Kita juga mengetahui bahwa apa yang kita pesan minggu depan atau tahun depan
akan identik dengan apa yang kita makan hari ini. Mengetahui bahwa McDonald’s tidak
menawarkan kejutan adalah sebuah kenyaman besar, bahwa makanan yang kita makan
dalam satu waktu atau satu tempat pasti akan identik dengan yang akan kita
makan di waktu dan tempat yang lain. Kita tahu bahwa Big Mac berikutnya yang
kita makan tidak akan tidak enak, tidak ada pengecualian bagi kelezatan,
semuanya pasti akan lezat dan enak. Kesuksesan McDonald’s mengindikasikan bahwa
banyak orang lebih senang dengan sebuah dunia tanpa kejutan.
Keempat, McDonald’s menawarkan kontrol,
terutama penggantian pekerja manusia dengan mesin. Orang-orang yang bekerja di
restoran cepat saji dilatih untuk melakukan hal-hal yang sangat terbatas dengan
sangat tepat seperti yang diperintahkan. Manajer harus mendapat kepastian bahwa
semuanya bekerja pada jalurnya. Orang yang makan di di restoran cepat saji juga
terkontrol, meskipun secara tidak langsung. Aturan-aturan, menu terbatas,
pilihan terbatas, kursi yang tidak nyaman, semuanya mengarahkan acara makan
seperti yang diinginkan oleh manajemen: makan cepat dan pergi.
McDonald’s
juga mengontrol orang dengan mengganti pekerja manusia dengan mesin. Pekerja
manusia, betapapun terlatihnya mereka, masih dapat berbuat kesalahan yang akan
mengacaukan sistem. Pekerja yang kurang tangkas juga membuat pemasakan dan
pengantaran Big Mac menjadi tidak efisien. Pekerja yang lainnya juga bisa saja
kelupaan menambahkan saus khusus untuk hamburger, yang membuatnya menjadi tak
terprediksi. Yang lain lagi bisa saja memasukkan kentang terlalu banyak ke
dalam kotak, sehingga sajian kentang menjadi jelek dan kedodoran. Dengan banyak
alasan lain, McDonald’s mengganti manusia dengan mesin, seperti soft-drink
dispenser yang akan berhenti secara otomatis begitu gelas penuh, mesin
penggoreng kentang yang akan berbunyi begitu kentang renyah, mesin pembayaran
yang terprogram yang membuat kasir meminimalkan penjumlahan, dan yang segera
menyusul adalah robot pembuat hamberger. Semua teknologi ini menjanjikan kerja
yang lebih terkontrol di restoran cepat saji.
Prisip-prinsip
McDonald’s adalah komponen dasar sistem masyarakat modern yang rasional. Ritzer
menunjukkan bagaimana sistem yang rasional ini sebenarnya penuh dengan
irasionalitas. Meningkatnya layanan home-delivery di Jepang misalnya,
bukannya meningkatkan efisiensi, tetapi malah membuat jalan raya dipenuhi
mobil-mobil pengantar pesanan dan membuat meningkatnya kemacetan. Contoh lain,
karena kantor-kantor dipenuhi dengan mesin-mesin penjawab dan pengatur
lalu-lintas telepon, kini untuk menghubungi seseorang kita harus melewati
banyak sekali nomor.
2.4 Pribumisasi
Globalisasi,
bagaimanapun juga, tidak selalu bisa diterjemahkan sebagai proses homogenisasi
global. Telaah tentang eksisten kebudayaan nasional dalam konteks globalisasi,
memang cenderung terpola sekitar kemungkinan tampilnya kebudayaan global, atau
homogenisasi global dari kebudayaan-kebudayaan yang ada. Kubu pemikiran kiri,
dalam tema bahasan imperialisme kebudayaan, telah mengemukakan serangkaian
fakta mengenai homogenisasi global, atau bahkan lebih spesifik lagi
"Amerikanisasi" kebudayaan-kebudayaan nasional (antara lain oleh
Hamelink, 1993; Mattelart, 1983, and Sohiller, 1976). Kubu konservatif kanan
cenderung pula menelaah globalisasi dalam kaitannya dengan homogenisasi global.
Fukuyama (1989) contohnya, melalui tesis the end of history sebenarnya
juga mengklaim, bahwa dengan robohnya komunisme dan fasisme, maka kapitalisme
dan demokrasi akan menjadi bagian tiap kebudayaan nasional.
Tetapi
telaah homogenisasi kebudayaan itu semua kurang jeli mengamati, bahwa
globalisasi memuat pula sejumlah sisi kontradiktif, yakni yang justru
melahirkan daya penangkal proses homogenisasi global. Penerimaan global
terhadap paham negara kebangsaan (nation state) contohnya, merupakan
salah satu unsur awal proses globalisasi, yang walaupun memang mampu memperkuat
daya sentripetal ke arah homogenisasi global (antara lain melalui kerja sama,
pelembagaan, dan aturan internasional), namun di lain pihak juga memiliki
mekanisme internal yang berfungsi memelihara daya sentrifugal penangkal arus
globalisasi. Dalam satuan negara kebangsaan tadi, berbagai kepentingan untuk
memperoleh legitimasi politik dapat dibingkai dalam suatu strategi kebudayaan
yang bertema "nasionalisme", untuk "mempribumikan" arus
globalisasi dari Barat. Ini tidak saja berupa upaya "mempribumikan"
unsur kebudayaan global yang mencakup kesenian, gaya hidup, dan pendidikan,
tetapi juga kapitalisme dan demokrasi.
Oleh
karenanya, ide demokrasi, dalam makna seperti yang kita jumpai di Barat, tidak
sepenuhnya bisa terserap sebagai bagian dari suatu kebudayaan nasional.
Walaupun kebudayaan nasional, sebagai realitas "obyektif", telah
menjadikan demokrasi bagian darinya (yakni dengan pelembagaan dan aktivitas
ritual demokrasi, seperti yang kita jumpai di Barat), namun sebagai realitas subyektif
kesemuanya mungkin didominasi oleh satu versi penafsiran demokrasi, yang telah
mempribumikan demokrasi sedemikian rupa, sehingga kehilangan maknanya yang
sejati.
Di
banyak negara, kapitalisme juga diserap dengan semangat untuk menyesuaikanya
dengan kondisi unik latar belakang historis yang dimiliki, ataupun semangat
untuk menulis sendiri sejarah kebudayaan mereka. Ini bisa diamati melalui
model-model pembangunan kapitalis, yang dikembangkan oleh negara-negara Dunia
Ketiga setelah dasawarsa '70an. Keberhasilan Korea Selatan contohnya,
didasarkan atas suatu pribumisasi model pembangunan kapitalis yang sedemikian
rupa, sehingga tidak lagi bisa dijelaskan melalui teori pembangunan kapitalis
neoklasik. Hanya saja tak semua pribumisasi pembangunan kapitalis benar-benar
didasarkan atas semangat untuk menemukan model pembangunan yang paling
bermanfaat dan sesuai dengan kondisi setempat, dan tak semuanya pula mampu
menampilkan keberhasilan yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA
Giddens, Anthony. 2001. Teori Strukturisasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ritzer,George 2010. Teori Sosiologi Modern Edisi ke
6. Jakarta : Kencana Premedia Grup
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial.
Jakarta : Rajawali Pers.
Barker, Chris
2004. Cultural Studies. Teori & Praktik. Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Anonim. 2006. Kebudayaan.
http://dedynhidayat.blogspot.com/2006/06/globalisasi
kebudayaan.html
[Diakses tanggal 23 Mei 2014]
Tidak ada komentar :
Posting Komentar