KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga
makalah sosiologi pedesaan dengan judul Lembaga Fungsional Dalam Masyarakat Desa dapat
penulis selesaikan.
Makalah dengan judul
Lembaga
Fungsional Dalam Masyarakat Desa ini
ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Sosiologi Pedesaan.
Dalam proses
penulisan makalah
ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, terutama untuk Dosen
pengampu mata kuliah Sosiologi Pedesaan,
teman-teman.
Mungkin dalam penulisan makalah ini masih akan dijumpai berbagai kekurangan,
untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata
penulis berdoa semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Padang,
7 Mei 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.I LATAR
BELAKANG
I.II RUMUSAN
MASALAH
I.III TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lembaga
merupakan fenomena yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, bukan saja
karena fungsinya untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang sangat
tinggi dalam masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan pelbagai
kehidupan manusia. Maka ada yang memahami lembaga sebagai sarana untuk mencapai
tujuan atau kebutuhan manusia. Terlepas daari ketepatan artinya, lembaga
sosial mempunya peranan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat,termasuk
masyarakat pedesaan. Secara umum dalam suatu masyarakat, khususnya Negara,
lembaga-lembaga yang sangat penting perannya dalam kehidupan masyarakat
tersebut adalah lembaga pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama dan keluarga,
namun dalam buku sosiologi pedesaan kupasan lembaga kemasyarakatan akan lebih
banyak di tunjukan pada lembaga pemerintahan desa serta yang terkait dengan
itu. Sebab, untuk masyarakat desa di Indonesia umumnya, lembaga pemerintahan
ini memiliki peranan yang penting
Lembaga sosial (social institution)
yang secara ringkas diartikan sebagai kompleks norma-norma atau
kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat
penting dalam masyarakat, merupakan wadah dan perujudan yang lebih konkrit dari
kultur dan struktur. Dalam suatu lembaga, setiap orang yang termasuk di
dalamnya pasti memiliki status dan peran tertentu. Status merupakan refleksi
struktur, sedangkan peran merupakan refleksi kultur. Dalam suatu keluarga,
status suami dilekati oleh peran tertentu yang sinkron dengan struktur maupun
kultur denagan masyarakat di mana keluarga itu berada. Misalnya, suami harus
berperan sebagai kepala keluarga dan berkewajiban memenuhi kebutuhan keluarga,
sedangkan isteri mengelola rumah tangga dan peran-peran domestik lainnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
adalah bagaimana lembaga sosial fungsional dalam masyarakat desa.
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan
ini adalah:
a. Mengetahui pengertian lembaga sosial.
b. Mengetahui lembaga-lembaga sosial dalam desa.
c. Mengetahui lembaga pimipinan desa.
d. Mengetahui struktur pemerintahan desa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lembaga Sosial
Istilah
lembaga social dalam ilmu-ilmu social umumnya,dan dalam sosiologi Ikhususnya,merupakan
terjemahan dari social institution.Namun,istilah ini bukan merupakan terjemahan
satu-satunya.Koetjaningrat, menterjemahkannya dengan pranata social.Sedangkan
soejono soekanto dalam bukunya”Sosiologi,suatupengantar”.1986,menggunakan
istilah lembaga kemasyarakatan untuk konsep tersebut.
a)
Menurut Paul B.Horton dan Chester L.Hunt
(terjemahan,1987:244)
Lembaga
adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat
dipandang penting.
b)
Menurut Soejono
Soekanto(1986:178)
Lembaga
kemasyarakatan adalah himpunan dari pada norma-norma dari segala tingkatan yang
berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakatan.
c)
Menurut
Koentjaraningrat(1964:113)
Pranata
sosial adalah suatu sistem tata kelakuan
dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas
untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat.
Dari
ketiga definisi,diatas tersirat suatu pengertian bahwa lembaga itu,adalah suatu
system atau kompleks nilai dan norma .Sistem nilai dan norma atau tata kelakuan
ini berpusat disekitar kepentingan dan
tujuan tertentu. Sehingga,kompleks
nilai dan norma yang ada perbagai lembaga menjadi perbedaan pula seiring dengan
perbedaan kepentingan yang kan dicapai lewat lembaga-lembaga
tersebut.Namun,apabila berbicara tentang pencapain kepentingannya itu
sendiri,maka kita lebih berhubungan dengan konsep asosiasi bukan lembaga
Perbedaan
diantara lembaga dan asosiasi dapat diibaratkan dengan keterkaitan antara rule of game dan orang-orang yang terlibat
dalam suatu pertandingan .Rule of game pertandingan sepak bola tanding adalah
asosiasi .Pendapat L.Broom dan Ph Selznick(1977) dapat menolong kita untuk
lebih memahami perbedaan dua konsep itu.Menurut Mereka,sebuah asosiasi melayani
kepentingan umum bukan hanya pribadi,dan jika hal ini dilakukan secara
teratur,tetap dan diterima oleh umum maka asosiasi tersebut telah menjadi
lembaga
Lembaga
sosial l memiliki bebrapa karakteristik yang terlekat padanya.Beberapa
diantaranya adalah tiaplembaga memiliki tujuan utama,relative permanen
,memiliki nilai-nilai pokok yang bersumber dari pada anggotanya ,dan pelbagai
lembaga dalam suatu masyarakat memiliki keterkaitan sama lainnya (periksa Bruce
J.Cohen,terjemahan Bina Aksara ,1983).
Menyangkut proses
keberadaanya ,lembag bisa diciptakan dengan sengaja seperti yang terjadi pada
sebuah organisasi,disamping itu juga ada yang tercipta secara tidak sengaja .
Hal
ini penting diketahui adalah kenyataan bahwa lembaga sosialbukan merupakan
fenomena yang statis.Lembaga berubah seiring dengan perubahan yang terjadi
dalam masyarakat.Mengingat fungsinya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
tertentu anggota masyarakat maka dinamikanya juga ditentukan oleh perkembangan
cenderung mengakibatkan munculnya kebutuhan-kebutuhan baru. Dan pemenuhan kebutan baru belum tentu dapat
dipenuhi oleh lembaga-lembaga lama.Maka,dengan sendirinya dapat juga menuntut
hadirnya lembaga-lembaga yang mampu melayani tecapainya kebutuhan baru itu
B. Lembaga –Lembaga sosial
desa
Lembaga
sosial (social institution) yang secara ringkas diartikan sebagai kompleks
norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang
dipandang sangat penting dalam masyarakat,merupakan wadah dan perujudan yang
lebih konkrit dari kultur dan struktur .
Dalam
suatu lembaga,setiap orang yang termasuk didalamnya pasti memiliki status dan
peran tertentu.Status merupakan refleksi struktur,sedangkan peran merupakan
refleksi kultur.Dalam suatu keluarga,satus suami dilekati oleh peran tertentu
yang sinkron denagn struktur maupun kultur masyarakat dimana keluarga itu
berada .Misalnya:suami harus berperan sebagai kepala keluarga dan berwajiban
memenuhi kebutuhan keluarga,sedangkan istri mengelola rumah tangga dan
peran-peran domestik lainnya.
Lembaga
merupakan fenomena yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat bukan saja
karena,fungsinya untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang sangat
tinggi dalam masyarakat melainkan juga berkaitan erat dengan pencapaian
pelbagai kebutuhan manusia.Secara umum dalam suatu masyarakat tersebut adalah lembaga
pemerintahan,ekonomi,pendidikan,agama,dan keluarga.
C.
Lembaga
Pemerintahan Desa
Untuk
desa –desa yang didasarkan oleh ikatan genealogis (hubungan darah).Keadaaannya
berbeda dengan didasarkan atas ikatan daerah.Untuk tipe desa ,yang pertama yang
umumnya terdapat diluar jawa ,peranan
pimpinan desa sebenarnya tidak terlalu besar dibandingkan dengan desa-desa tipe
yang kedua.Untuk tipe desa yang pertama ini,system kekerabatan denagn
aturan-aturan adat istiadat yang berkaitan dengan itu sangat besar peranannya,
pimpinan desa sebenarnya hanya merupakan bagian atau instrument saja dari
sistem genealogis semacam ini,pimpinan desa harus tunduk kepad peraturan yang
ada.Apabila menyimpang dari peraturan adat,maka kepemimpinannya tidak diakui
masyarakat.Dengan demikian dia tidajk bisa
ditafsirkan sebagi puncak
kekuasaan (single interpreter atau
polymorphic leader).Hal ini berbeda denagn tipe desa yang kedua,yang
umumnya terdapat dijawa .Adat istiadat didesa-desa didaerah tertentu bukan
terutama didasarkan atas hubungan darah .
Dengan
demikian ikatannya tidak terlalu kuat seperti didesa-desa luar jawa
umunya.Kepala desa tidak ditetapkan berdasarkan atas hukum adat ,melainkan didasrkan atas system
pemilihan yang telah sejak lama dikenal.Sekalipun telah sejak lama juga
kepla-kepala desa dijawa merupakan bagian dari kekuasaan dari kekuasaan
Negara/kerajaan (terutama didaerah-daerah yang berada dalam kekuasaan suatu kerajaan),namun mereka
masih dapat memainkan perannya lebih otonom dan individual diabndingkan dengan
kepala-kepala desa diluar jawa.
Ketika Negara Indonesia lahir lembaga pemerintahan atau
pimpinan desa-desa diindonesia yang asli semakin kehilangan tempat berpijak
keberadaan yang bersifat lokal berlandaskan hukum adat atau tradisi secara
cepat atau lambat digantikan oleh lembaga pemerintahan baru yang bersifat
nasional berlandaskan peraturan
perundangan formal misalnya dibali dualism ini tercemin adanya dua
sebutan desa(dengan pimpinan) yakni”Desa adat”untuk desa asli yang telah ada
sebelum Indonesia merdeka dan “desa dinas”untuk desa yang didasarkan undang-undang
No 5 tahun 1979 secara umum terutama terlihat dari latar belakang sejarahnya
desa-desa dijawa dan luar jawa memang berbeda. Perbedaannya bukan
hanya oleh perbedaan dasar integrasinya,yakni dijawa berdasarkan ikatan darah
dan luar jawa berdasarkan ikatan darah
,melainkan juga oleh perbedaan intensitas dan lama waktu intervensi kekuasaan
(intradesa dan supradesa) terhadap desa-desa tersebut.
Dapat
disimpulkan secara umum bahwa desa-desa dijawa telah mengalami intervensi
kekuasaan supradesa lebih lama dan intensif disbanding dengan desa-desa diluar jawa umumnya,intensitas atau
besar kecilnya pengaruh supradesa ini
tidak terlepas dari kuat-lemahan atau besar kecilnya pusat kekuasaan yang ada.
Secara umum,intervensi kekuasaan supradesa didesa-desa diluar
jawa ,baik yang telah memiliki lembaga pemerintahan maupun yang tidak ,dapat
disimpulkan lebih kecil dari pada
desa-desa dijawa.Sehingga,desa-desa tersebut masih memiliki adat
istiadat atau tradisi yang kuat.
Dijawa,rusaknya tradisi(detradisionalisasi)aseli desa
tidak saja disebabkan oleh intervensi kekuasaan kerajaan (kraton)melainkan juga
terlebih oleh intervensi kekuasaan kerajaan (kraton),melainkan juga terlebih
oleh intervensi kekuasaan pemerintahan colonial belanda ,terutama cultuurstelsel.Cultuurstelsel ini
hakekatnya merupakan pengembangan Landrent yang diciptakan oleh gubernur
Raffles(inggris).
Dalam pemerintahan ini
petani harus cukup memiliki lahan pertanian,dan desanya juga harus lebih otonom
tidak terlalu dikuasai dan dikendalikan oleh kekuasaan luar(kerajaan).untuk
menwujudkan stateginya
itu,setidaknya-setidaknya ditempuh dua tindakan .
I. Pertama,
Hubungan langsung dengan desa (beserta sejumlah peran) yang dimiliki bupati
digantikan oleh pemerintahan belanda.Namun demikian ,dalam pelaksanaannya
bupati tersebut masih dipergunakan sehingga peraturan-peraturan dari
pemerintahan kolonial belanda tidak mendapatkan tantangan dari bupati.
II. Kedua,
Belanda mengupakan desa memiliki kedudukan yang lebih kuatdan otonom sehingga
secara demikian mereka telah
menciptakan prasarana bagi tercptanya tujuan mereka.
Peraturan formal ini bahkan telah diletakkan
landasannya pada masa kekuasaan Raffles,yakni dengan ditetapkannya Revenue Intruction (11 februari,1814)
yang anatara lain mengatur hal pertahanan,kedudukan penguasa umumnya (terutama bidang kepolisian).Dalam
pemerintahan belanda perturan penting ynag mereka buat untuk desa
setelah Rafless menyerahkan kekuasaanya adalah Regerings Regerings
Regglement (RR) tahun 1854.RR ini antara lain menetapkan bahwa desa berhak
memilih kepala desanya sendiri dan kepala desa ini diserahakan untuk mengatur
rumah tangga desa dengan memperhatikan
peraturan-peraturan dari atas (Residen).
Peraturan-peraturan desa yang tercantum dalam RR 1854 ini
masih dipandang kurang memberikan landasan yang cukup kuat dalam usaha untuk
menguasai desa.Maka pada tahun 1906dikeluarkanlah peraturan yang mengatur
pemerintahan dan rumah tangga.Peraturan ini disebut “Inlandsche Gemeente Ordonantie(ICO) yang
dimuat dalam staatsblad 1906 nomor 83.IGO ini hanya berlaku dijawa dan Madura
saja.Pada tahun 1938,Inlandsche gemeentee ordonantie voor de Westen(IGOB).IGOB
dimuat dalam staatsblad 1938 nomor 490.
Setelah jaman
kemerdekaan ,pemerintahan Indonesia berusaha segera menggantib peraturan-peraturan
kolonial tersebut.Untuk itu pada tahun
1948 ditetapkanlah undang-undang pokok tentang pemerintahan daerah ,yakni Undang-undang
Nomor 22 tahun 1948 ini mengatur
pembagian daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendirinya.Desa
menurut undang –undang ini adalah merupakan daerah tingkat tiga yang harus
mempunyai otonomi tersendiri yang diatur
dengan undang-undang.karena,pelbagai kesulitan,desa otonomi menurut
undang-undang nomor 22 tahun 1948 ini tidak pernah dibentuk.
Untuk mengusahan agar terbentuk desa otonom,maka
pemerintahan membentuk sebuah komisariat urusan daerah otonom yang diketuai
oleh Sutardjo kartohadikoesoemo.komisariat ini juga masih menghadapi kesulitan
dalam usaha membentuk Daerah otonom tingkat III.Kemudian dibentuk UU Nomor 1
tahun 1957 ini telah 8 tahun diperlakukan ,namun daerah tingkat III tetap
dibentuk.Usaha ini lebih lanjut untuk merealisasi terbentuknaya daerah tingkat
III adalah dengan ditetapkan UU Nomor 18 tahun 1965 tentang pokok –pokok
pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 19 tahun 1965 tentang
Desapraja.Undang-undang nomor19 tahun 1965 yang bermaksud menggantikan
peraturan-peraturan yang bersifat
kolonial tidak sempat berlaku
karena dikeluarkannya perintah untuk menunda berlakunya UU tersebut.Selam UU
baru tentang pemerintahan desa belum
terbentuk,maka peraturan lama yang
mengatur hal itu tetap berlaku.Ini berarti bahwa IGO,IGOB dan
peraturan-peraturan lainnya masih
dipergunakan dalam menyelenggarakan pemerintahan Desa ,yakni selama peraturan-perundangan
yang menggantikannya belum ditetapkan.
Baru setelah ditetapkannya undang-undang nomor 5 tahun
1979 tentang pemerintahan Desa,IGOdan IGOB tidak berlaku lagi,sebab
undang-undang ini dimaksudkan menggantikan peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat
Indonesia,Undang –undang nomor 5 tahun 1979 erat sekali dengan UU nomor 5 tahun
1974 yang mengatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan
berdasar atas asas desentralisasi,dekonsentrasi,dan tugas pembantuan didaerah.
D.
Struktur
Pemerintahan Desa
Landasan
utama pemerintahan desa buku ini disusun adalah undang –undang nomor 5 tahun
1979 dalam pasal 1a dan 1b dinyatakan bahwa pemerintahan desa merupakan
penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terendah
dikecamatan.Dalam UU tersebut dibedakan anatara desa dan kelurahan.perbedaan
utama adalah bahwa desa memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
(dalam batas ikatan Negara kesatuan republic Indonesia ),sedangkan kelurahan tidak
memiliki hak semacam ini.Dalam struktur pemerintahan desa yakni,:Kepala Desa
serta wakilnya,Lembaga Musyawarah Desa(LMD) yang berfungsi memusyawarahkan
segala masalah yang dihadapi desa, pembantu-pembantu kepala desa baik
sekretaris desa ataupun kepala-kepala urusan yang tergabung dan pamong Desa
.Disamping Sekretaris Desa membantu
kepala desa terdapat pula kepal-kepala dusun atau kepala kampung .Berbeda
dengan perangkat dalam struktur pemerintahan desa tersebut ,perangkat yang ada
pemerintahan desa tersebut,perangkat yang ada dipemerintahan kelurahan terdiri
dari lurah dan wakilnya yang dibantu oleh secretariat kelurahan terdiri dari
lurah dan wakilnya yang dibantu oleh sekretariat kelurahan dengan kepala-kepala urusan dan
kepala lingkungan.Dikelurahan tidak terdapat lembaga musyawarah kelurahan
sebagaimana LMD didesa.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar