Jumat, 29 Agustus 2014

Para Perintis Sosiologi Bagian 1: August Comte.


Sumber Foto: Google

Dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah paternity—pengakuan bahwa seorang tokoh adalah pendiri suatu bidang ilmu dengan memberiikan “Bapak bagi bidang ilmu tersebut. Dalam sosiologi, tokoh yang dianggap “Bapak sosiologi” adalah August Comte, sorang ahli filsafat dari Prancis. Reiss, Jr. (1968) berpendapat bahwa Comte lebih tepat dianggap sebagai Godfather (wali) daripada progenitor (leluhur) sosiologi karena sumbangan Comte pada pemberian nama dan suatu filsafat yang membantu perkembangan sosiologi.

Nama sosiologi memang merupakan hasil ciptaan Comte—suatu gabungan antara kata Romawi socius dan kata Yunani logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan ia ciptakan, namu kemudia niat itu ia urungkan karena nama itu telah di gunakan oleh Saint Simon.
Salah satu sumbangan penting Comte terhadap sosiologi adalah pemikirannya yang ia utarakan dalam bukunya: Course de Philosophie Positive. Dalam buku itu Comte mengemukakan pandangannya mengenai “hukum tiga tahap perkembangan manusia”. Menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yang mendaki: jenjang teologi, metafisik, dan positif. Pada jenjang pertama manusia mencoba menjelaskan gejala disekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat “adikodrati”. Pada jenjang kedua manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak. Pada jenjang ketiga yang merupakan jenjang tertinggi, penjelasan gejala alam maupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah-didasarkan ada hukum ilmiah.
Karena memperkenalkan metode postif ini, maka Comte dianggap sebagai perintis Positivisme. Ciri metode ini adalah bahwa objek kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan keceramatan. Sarana yang menurut Comte yang dapat digunakan untuk menjelaskan kajian ialah (1) pengamatan, (2) perbandingan, (3) eksperimen, dan (4) metode historis.
Bagi Comte, sosiologi harus mengunakan metode positif karena dalam pandangannya, sosiologi harus sama iliahnya dengan ilmu alam. Kegiatan kajian sosiologi yang  tidak menggunakan metode (1) pengamatan, (2) perbandingan, (3) eksperimen, dan (4) metode historis bukanlah kajian ilmiah melainkan hanya renungan atau khayalan belaka.
Hal yang menarik dari pandangan Comte adalah bahwa sosiologi menurutnya merupakan “Ratu ilmu-ilmu sosial” (Reiss, 1968:2). Dalam banyangannya mengenai hirarki ilmu, sosilogi bahkan menduduki temapt teratas—diatas astronomi, fisika, ilmu kimia, dan biologi (Coser, 1977).
Sumbangan pemikiran penting lainnya yang diberikan Comte ialah pembagian sosilogi kedalam dua bagian besar: statika sosial (social statics)—kajian terhadap tatanan sosial dan dinamika sosial (social dynamics)—kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial. Statika mewakili stabilitas dan dinamikan mewakili perubahan. Dengan memaknai anologi dari biologi, Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika sosial dengan dinamika sosial dapat diasamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi.
Hingga kini pun klasifikasi Comte masih relevan. Dalam literatur sosiologi masa kini senantiasa dijumpai ahli sosiologi yang memelajari sosial statistics, melakukan kajian terhadap tatanan sosial-seperti misalnya kajian terhadap struktur sosial suatu masyarakat, institusi di dalamnya, hubungan antara institusi, fungsi institusi, dsb. Namun ada pula ahli sosiologi yang memusatkan perhatiannya pada sosial dinamics, mengkaji perubahan sosial seperti misalnya perubahan sosial yang melanda negara baru setelah berakhirnya Perang Dunia II, arah perubahannya, dampaknya, dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar