Minggu, 14 September 2014

Hilangnya Eksistensi Permainan Tradisional Ditengah Era Modernisasi


Didalam ilmu sosial, perubahan dalam masyarakat adalah suatu hal yang pasti, tidak ada di dunia ini yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Begitupun dalam bidang teknologi, perubahan dalam bidang teknologi biasanya lebih dikenal dengan istilah modernisasi.
Modernisasi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan keadaan dimana manusia meninggalkan alat-alat tradisional ke alat-alat yang lebih modern untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.

Inovasi-inovasi yang dilakukan seperti penemuan mesin dan alat-alat berteknologi canggih membawa dampak yang positif terhadap kemajuan dalam bidang teknologi. Misalnya seorang petani dalam membajak sawah  yang biasanya dikerjakan dengan cara-cara yang tradisional, mengandalkan teknologi seadanya. Walaupun efektif, tapi membutuhkan  waktu yang cukup lama dalam proses kebutuhan pangan tersebut. Setelah penemuan mesin bajak, tentunya memudahkan para petani dalam membajak, sehingga hemat dari segi biaya dan waktu.

Kemajuan teknologi tidak terbatas pada beberapa bidang saja. Kemajuan teknologi juga merembet masuk ke permainan anak-anak, misalnya permaianan playstation, dan permainan pada personal computer. Untuk menikmati permainan tersebut, anak-anak tidak perlu pergi kelapangan bola, berlari-lari ditepi sungai, serta melompat kekolam untuk mengambil  kelereng yang tercebur kekolam. Mereka hanya cukup duduk didepan monitor, dengan ditemani  stick atau mouse  sebagai tongkat untuk menjalankan permainan modern tersebut.

Perubahan permainan tradisional ke permainan modern merupakan bentuk dari pergeseran nilai-nilai yang diajarkan pada generasi bangsa tersebut. Ketika kita melihat di kampung-kampung yang ada di Sumatera Barat, kita tidak lagi melihat anak-anak melakukan permainan tradisional, misalnya permainan sepak tekong yang biasanya populer di Sumatera Barat pada abad ke-20.

Permainan yang dulunya sangat populer dikalangan anak-anak sekolah dasar seperti kelereng, sepak tekong, dan main parok tidak lagi ditemui dikalangan anak-anak zaman sekarang.  Setelah era modernisasi dimulai, permainan ini seakan hilang ditelan bumi. Perkembangan warnet, game playstation, maupun permainan pada Personal Computer membawa guncangan perubahan terhadap permainan tradisional tersebut, padahal permainan modern seperti playstation ini tidak mengajarkan anak untuk berinteraksi dan bekerja sama dalam kelompok, sedangkan permainan tradisional  mendidik anak-anak untuk saling bekerjasama, berinterkasi, serta jujur dalam permainan.

Seorang sosiolog, William F Ogburn, mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat mencakup dua aspek kebudayaan, yaitu kebudayaan materill dan kebudayaan non-materil. Kebudayaan materil merupakan segala kebudayaan yang berbentuk benda, seperti pekembangan teknologi informasi dalam masyarakat, ahli ini juga berpendapat bahwa perubahan pada kebudayaan materil harus diimbangi dengan non-materil (nilai, norma, dan pola prilaku), jika perubahan kebudayaan materil tidak diimbangi oleh kebudayaan non-materil, maka akan terjadi ketegangan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, modernisasi tidak diimbangi oleh nilai-nilai luhur bangsa, maka sedikit banyaknya akan mengubah prilaku individu atau kepribadian bangsa tersebut kearah yang tidak diinginkan.

Dengan menjamurnya warnet di pinggir jalan juga sangat meresahkan. Mereka mengahabiskan waktu didepan komputer untuk hal yang sia-sia. Internet yang notabenenya adalah jendela untuk membuka dunia, dimana semua yang ada didunia sudah ada di internet, anak-anak dapat membuka situs-situs apapun yang dia inginkan, termasuk situs-situs khusus dewasa, kita tidak usah heran dengan prilaku anak-anak yang tidak masuk akal, seperti pencabulan seorang balita oleh anak SD dan sering kita mendengar seorang gadis yang hilang entah kemana setelah berkenalan dengan seseorang di situs jejaring sosial seperti facebook. Padahal pada jejering sosial seperti facebook telah membuat peraturan bahwa masyarakat berumur dibawah 17 tahun dilarang membuat akun facebook, namun kenyataannya dilapangan, banyak pengguna facebook yang berumur dibawah 17 tahun. Anak-anak tidak lagi menghiraukan peraturan yang semacam itu.

Perubahan itu pasti, serta sulit untuk dibendung, jika stakeholder-stakeholder yang ada didalam masyarakat hanya menunjukan “mati suri”. Sikap preventif dari pemerintah, tokoh adat, serta tokoh agama sangat diperlukan agar perubahan ini tidak terlalu jauh membawa efek negatif, jiak tidak akan merusak nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar