1. Struktur Sosial Kelas
Ruang kelas merupakan miniatur dari kelompok yang
lebihbesar, yaitu masyarakat karena di sana berkumpul person-persondari latar
belakang status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda,meskipun dengan struktur
profesi dan peran yang sama. Beberapaciri khas struktur kelas yang memiliki
kesamaan denganmasyarakat adalah sebagai berikut.:
a. Komposisi
Anggota
Heterogenitas adalah aspek umum yang hampir selalu ada
dikelas manapun. Di sana, selain latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, juga terdapat perbedaan jenis
kelamin (seksualitas) kecuali di sekolah khusus, keberagaman agama, sampai pada
karakteristik individu yang saling berlainan secara fisik maupun psikis yang
ditandai dengan perbedaan antarpersonalnya.
seperti halnya dalam masyarakat karena institusi
pendidikanberlaku universal yang memberi kebebasan bagi siapa saja yangmemenuhi
syarat untuk bergabung.
b. Struktur
Birokratis Berupa Peran dan Status
Di dalam kelas yang majemuk itu, terdapat suatu tata
aturankelas yang diikat oleh sekolah dan diperankan oleh wakil-wakilsiswa yang
disebut pengurus kelas. Lahirlah berbagai “jabatan” yang terbentuk secara hierarkis
sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka di dalam kelas, baik itu oleh guru
yang berperan sebagai wali kelas maupun siswa-siswanya yang terakumulasi dalam
jabatan ketua kelas, sekretaris, bendahara, dan seterusnya.
Pola imitatif yang dibawa dari lingkup luar masyarakat
initersusun karena diperlukannya sistem penegakan tata aturaninstitusi serta
pola pengendalian sosial yang ketat mengingatfungsi dunia pendidikan yang
sedemikian nyata sehingga memerlukan tindakan konkret untuk pelestarian fungsi
institusi dansegenap norma-norma kelas dan sekolah tersebut. Salah
satubentuknya adalah penetapan status birokratis dari unsur-unsurkelas yang
merepresentasikan anggota-anggotanya sebagai wujuddari masyarakat kecil.
2. Pola Komunikasi
dalam Kelas
Komunikasi menjadi elemen penting dalam segala
kegiatan dikelas karena memungkinkan adanya pertukaran interaksi timbalbalik
antara warga kelas (murid-murid ataupun murid-guru).Selain itu, arti penting
komunikasi dalam pencapaian tujuanbelajar di kelas adalah untuk
mengkomunikasikan dan menyalurkan informasi dan keterampilan. Konsekuensi
logisnya, setiapkelas memerlukan adanya pola alur komunikasi yang
berjalansecara lancar dan efektif dari masing-masing pihak.
Aktivitas penyampaian informasi dari guru dijelaskan
dalamberbagai paparan tentang materi pelajaran beserta penjelasannyayang kadang
disertai dengan berbagai tugas dan pertanyaan yangdisampaikan kepada murid
sebagai bentuk komunikasi dari guru.
Sebaliknya siswa bisa merespon dengan bertanya,
menjawab,berdiskusi dengan teman sekelas dan sebagainya, manapundengan
aktivitas di luar pelajaran. Namun, aspek ini tidak sesederhana itu, melainkan
dititikberatkan pada peran komunikasi dalam keberlangsungan kelas, sesuai
dengan beberapa eksperimen tentang komunikasi kelas oleh beberapa ahli, antara
lain oleh Bavelas dan Leavit (dalam Horton dan Hunt, 1999), yang menghasilkan
beberapa pola komunikasi yang telah diuji dalam eksperimennya tahun 1958.
Pola komunikasi mempengaruhi kegiatan, kepuasan,
kecepatan dan kecermatan dalam menemukan permasalahan baikpada tingkat individu
maupun kelompok. Dua pola keempat (terpusat/setir) di mana dalam pola melingkar
terjadi pemerataan peran dan status serta kepemimpinan masing-masing
anggotanya, terdapat keaktifan anggota dan seluruh anggotanya puas terhadap
kinerja meskipun kelompok masih sedikit melakukan kesalahan dalam memecahkan
masalah. Sebaliknya pada tipe yang terpusat, mereka cenderung terorganisasi
secara cepat dalam memecahkan masalah dengan kesalahan yang relatif sedikit,
kelompok tersebut sangat kuat dan stabil walaupun seluruh kegiatan kelompok itu
belum tentu memuaskan semua anggotanya. Leavit mengatakanbahwasanya pemusatan
ini dianggap karena posisi pemimpinnyayang fungsi utamanya menerima,
mengorganisasi dan mengirimberita. Dalam hal ini, secara faktor kesemuanya
terwujud dalambentuk kegiatan belajar kelas yang selama ini diterapkan yaitusentralisasi
peran guru yang sangat besar. Selama ini, gurumemang menjadi pusat komunikasi
kelas dan mendominasi setiapkegiatan penyaluran informasi ini melalui
penyampaian materipelajaran, memberikan pertanyaan, mendeskripsikan
penjelasandan lain sebagainya.
Model komunikasi secara terpusat ini mengandung
beberapa implikasi yaitu, pertama, struktur komunikasi kelas dimaksud paling
tidak memuaskan seluruh anggota kelompok, kecuali
anggota yang paling sentral (dalam hal ini adalah
guru). Kedua,tipe kelompok ini dianggap paling produktif dalam menyelesaikan
secara tepat tugas-tugas yang jelas strukturnya, akantetapi hal ini sebenarnya
merupakan hasil tindakan orang yangmemegang peranan sentral. Pola komunikasi
kelompok ini sangatterpusat (highly centralized group) tampak sangat teratur
dan efisiendikarenakan tindakan anggotanya yang pasif. Dengan kata
lain,komunikasi yang terbentuk hanyalah komunikasi dengan pemimpinnya saja.
Dalam sistem ini, pemegang peranan sentral akanbanyak bisa belajar dan merasa
puas dengan posisi dan kelompoknya akan tetapi efeknya, individu lain tidak
banyak memperoleh kesempatan untuk belajar.
3. Iklim
Sosial di Kelas
Kelas merupakan perwujudan masyarakat heterogen kecil
dimana di dalamnya terdapat variasi komposisi dan hubunganantarpersonal yang
melahirkan mekanisme interaksi sosial yangkontinu. Mekanisme ini terus
berlanjut dala lingkup sosialnya (dikelas) dan secara faktual terakumulasi ke
dalam bentuk-bentukhubungan antara individu-individu di dalam suatu kelas
ataupunhubungan kelompok.
Hal terpenting adalah interelasi yang terjadi antara
gurudengan murid yang melambangkan bentuk konkret dari suasanakelas dan membentuk
suatu iklim sosial. Pembentukan iklim sosial kelas sangat bergantung pada
variasi hubungan guru-murid serta alur penerimaan informasi dan komunikasi yang
kesemuanya dinaungi dalam sebuah koridor gaya kepemimpinan dari seorang guru,
baik yang mengikuti kepemimpinan terpusat (sentralistik), demokratis maupun
gaya kepemimpinan yang memberi kebebasan penuh (laissez faire) kepada para
muridnya. Dari perpaduan itulah terbentuk berbagai macam iklim sosial di kelas
yang merefleksikan bentuk hubungan vertikal kelas antara guru - murid dalam
kegiatan belajar di dalam kelas yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa
dalam kegiatan belajar ataupun bersosialisasi didalamnya.
Menurut Faisal dan Yasik (1985) terdapat enam iklim
sosialyang timbul di kelas yaitu sebagai berikut.
a. Iklim Terbuka
Dalam iklim terbuka ini, tingkah laku guru
menggambarkanintegrasi antara kepribadian seorang guru sebagai individu
danperanannya sebagai pimpinan di dalam kelas. Dia selainmemberikan kritik,
juga mau menerima kritikan dari para siswa.Hubungan guru dengan siswa bersifat
fleksibel sehingga suasanaini dapat mempertinggi kreativitas siswa karena
mereka dapatbekerja sama dan berkreasi tanpa adanya beban mental.Kebijaksanaan
yang diambil seorang guru biasanya memberikan kemudahan bagi setiap siswa untuk
melaksanakan tugasnyadengan baik. Efeknya, setiap murid biasanya dapat
memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugas hubungan ini serta dapat
memperlancar jalannya organisasi di kelas maupun organisasi di sekolah yang
lebih luas.
b. Iklim
Mandiri
Dalam bentuk ini, masing-masing mendasarkan
padakemampuan dan tanggung jawab yang mereka miliki. Para siswamendapatkan
kebebasan dari guru untuk mendapatkan kebebasankebutuhan belajar dan kebutuhan
sosial mereka. Mereka tidakterlalu dibebani dengan tugas-tugas yang berat dan
menyulitkanmereka.
Untuk memperlancar tugas siswa, seorang guru
membuatprosedur dan peraturan yang jelas, yang dikomunikasikan didalam kelas.
Yang lebih esensial dalam iklim mandiri ini, antaraguru dan siswa bekerja sama
dengan baik, penuh tenggang rasa,dan penuh kesungguhan hati. Kepercayaan dan
tanggung jawabmasing-masing membuat guru memberikan kelongggarankelonggaran
sehingga kontrol yang ketat tidak diperlukan karenapara murid dipercaya
memiliki moral yang cukup tinggi.
c. Iklim
Terkontrol
Dalam iklim terkontrol ini, titik sentral kebijakan
seorangguru adalah menekankan pada pencapaian prestasi siswa di kelas,tetapi di
sisi lain justru mengorbankan kepuasan kebutuhan sosialsiswa. Oleh karena
tuntutan ini, para guru menjalankan komandomengajar secara kaku dan keras serta
siswa diharuskan menjalankan kegiatan belajar dengan keras. Mereka akhirnya
sibuk dengan kesibukannya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa mendapat
kesempatan untuk membentuk hubungan kerja yang lebih akrab dan sosialitas
tinggi. Hubungan pribadi sesama siswa jarangdilaksanakan karena mereka sibuk
dengan pekerjaan atau tugasmereka sendiri-sendiri yang dituntut prestasi dan
keberhasilannyata.
Fungsi pimpinan sangat dominan karena tidak adanya
fleksibilitas dalam organisasi kelas tersebut. Setiap pembelajaran yang telah
terjadwal dijalankan secara ketat dan full dan untuk menjaga keberlangsungan
belajarnya guru menerangkan aturan yang keras dan disertai sanksi fisik atau
nonfisik yang berlaku mulai saat itu juga.
d. Iklim
Persaudaraan
Pada jenis ini, hubungan yang terjadi antara guru dan
siswasangat erat, baik dalam kegiatan belajar maupun kegiatan di luaritu.
Kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan sosial sangatmenonjol, tetapi umumnya
guru kurang mempunyai kegiatanyang berorientasi pada fase oriented.
Para siswa tidak dibebani dengan tugas-tugas yang
menyulitkan, sebab guru berusaha agar para siswa dapat bekerja semudah mungkin
dan merasa bahagia. Kelas merupakan satu ikatankeluarga sehingga di antara
mereka banyak terjalin komunikasidan saling menasihati. Pendekatan guru
terhadap anak didiknyasangat personal walaupun masih memerankan diri
merekasebagai pimpinan. Dalam kelas seperti ini tidak banyak aturanyang
digunakan sebagai pedoman sehingga akibatnya tugas belajar kurang diperhatikan.
Pengaruh lainnya, prestasi belajar kurangoptimal karena tidak pernah
mendapatkan kritik.
e. Iklim
Tertutup
Dalam model ini, seorang guru tidak memberikan
kepemimpinan yang memadai kepada para siswa. Ia mengharapkan agarsetiap siswa
mengembangkan inisiatif masing-masing. Namun iatidak memberi kebebasan kepada
para siswa untuk merealisasikaninisiatif tersebut secara nyata karena tidak
adanya keterbukaandan komunikasi yang efektif.
Antara siswa yang satu dengan yang lain kurang
dapatbekerja sama dengan baik. Akibatnya, prestasi yang dicapai punrendah
karena seringkali timbul perbedaan persepsi dan pandangan tentang prestasi yang
harus ditargetkan. Para guru menerapkan aturan-aturan yang semuanya bersifat
sepihak dan kurangmemperhatikan kepentingan siswa.
3. Sistem Sosial di dalam Sekolah
Sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi
komponen-komponen sosial integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah
yang bergantung antara satu sama lain. Zamroni (2001) menyatakan bahwa
pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di
dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti
pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok
sosialnya
Beberapa
unsur tersebut memproduk konsep-konsep sosial didalam sekolah yakni sebagai
berikut.
1)
Kedudukan dalam Sekolah
Sekolah,
seperti sistem sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota
dalam lingkungannya. Setiap orang didalam sekolah memiliki persepsi dan
ekspektasi sosial terhadapkedudukan atau status yang melekat pada diri warga
sekolah. Disana kita memiliki pandangan tentang kedudukan kepala
sekolah,guru-guru, staf administrasi, pesuruh, murid-murid serta asumsi-asumsi
hubungan ideal antarbermacam kedudukan tersebut. Halini selaras dengan pendapat
Weber (dalam Robinson, 1981)tentang konsep tindakan sosial, dimana setiap orang
memiliki idealtype untuk mengukur dan menentukan parameter mendasar tentang
sebuah realitas. Realitas sosial yang tersebar dalam statussosial menjadi titik
tolak kesadaran seorang individu untukmenentukan sikap, pandangan dan tindakan
dalam lingkup sosialtertentu. Harapan ideal “kepala sekolah” merupakan
kesadaranawal yang mempengaruhi sikap individu seorang pejabat kepalasekolah.
Meskipun pada proses selanjutnya harus terkombinasidengan pembawaan individu,
prasangka terhadap status lain,hubungan-hubungan antarstatus serta kaitannya
dengan konstruksi total dari susunan status di sekolah.
Dalam
mempelajari struktur sosial sekolah kita analisisberbagai anggota menurut
kedudukannya dalam sistem persekolahan. Beberapa kedudukan di bentuk dan
dibangun berdasarkansistem klasifikasi sosial di antaranya adalah,
a)
Kedudukan berdasarkan jenis kelamin, akan mengidentifikasi pelakunya pada
perbedaan seks atau kelamin bu guru, pak guru, murid putri, siswa lelaki, pak
kepala sekolah dan lain sebagainya. Secara sosial kedudukan berdasarkan seks
merupakan pembedaan ruang orientasi atas dasar perbedaan fisik.Pembedaan
tersebut merupakan dampak kultural darimasyarakat yang lebih luas, dimana
perbedaan kelamin masihmengkisahkan pembagian kerja, hak, serta ruang gerak
yangberbeda pula. Namun secara struktural pembedaan jenis kelamin tidak begitu
mempengaruhi kualitas penerapan ketentuanformal sebuah lembaga. Seorang kepala
sekolah wanita tetap saja memiliki otoritas atau kewenangan kekuasaan terhadap
para guru lelaki maupun wakasek laki-laki.
b)
Kedudukan berdasarkan struktur formal di lembaga, misalnya kepala sekolah,
guru, staf administrasi, pesuruh, siswa dan lain sebagainya. Kategori kedudukan
ini dilandasi oleh ketentuan-ketentuan formal yang melembagakan serangkaian
perandan pemetaan kewenangan struktural berdasarkan pembagianwilayah kekuasaan
yang bersifat hierarkis. Sesuai denganformasi struktur lembaga sekolah maka
masing-masing posisimenggambarkan tingkat kekuasaan yang bertingkat-tingkat.Posisi
teratas menggambarkan puncak pengakuan otoritastertinggi lalu secara gradual
makin berkurang pada posisi-posisi di bawahnya.
c)Kedudukan
berdasarkan usia. Pengakuan terhadap kategorisosial ini didasarkan konstruksi
sosial sekolah sebagai lembagapendidikan. Berangkat dari pengertian tentang
pengajaransebagai sumber dari keberadaan sekolah dan segala
aktivitaskelembagaannya. Sementara proses pengajaran tidak lepasdari hubungan
antara pengajar dengan yang belajar. Maka bisaditangkap indikasi kecenderungan
dalam lembaga sekolahuntuk mengutamakan sistem nilai berdasarkan usia.
Merekayang tua dikontruksikan sebagai pengajar, teladan, sumbernilai kebaikan,
pengontrol moral, berkemampuan tinggi danlain sebagainya. Oleh sebab itu,
pengakuan kedudukan berdasarkan usia sangat kental sekali melekat dalam
orientasi wargasekolah.
d)
Kedudukan berdasarkan lahan garap di sekolah. Pada dasarnya tiap-tiap status di
sekolah akan membentuk wilayah-wilayah sektoral sesuai dengan ruang lingkup
pekerjaan. Dikelas jenis status yang paling dominan berperan adalah statusguru
dan murid. Sementara di wilayah birokrasi akan memperlihatkan kontak sosial
antara pengurus administrasi baikitu kepala bagian, sekretaris, bendahara
sekolah serta staf-stafnya. Di tingkat pelayanan administrasi akan
melibatkanpegawai administrasi dengan para siswa, guru-guru dan lainsebagainya.
4. Interaksi di Sekolah
Menurut
Horton dan Hunt (1999) sistem interaksi di sekolahdapat ditinjau dengan
menggunakan tiga perspektif yang berbeda,yakni:
a)
Hubungan antara warga sekolah dengan masyarakat luar
b)
Hubungan di internal sekolah lintas kedudukan dan peranannya.
c)
Hubungan antarindividu pengemban status atau kedudukanyang sama.
Dalam
kategori pertama, hubungan interaktif antara orangdalam dengan orang luar mencerminkan
keberadaan sekolahsebagai bagian masyarakat. Para guru, murid dan seluruh
wargadi sekolah juga pengemban status-status lain di masyarakat.Sehingga
interaksi di sekolah merupakan kombinasi berbagai nilaidari masyarakat yang
dibawa oleh para warga sekolah. Para guru,kepala sekolah, murid-murid juga
bagian dari masyarakat mereka.Mereka membawa sikap dan perilaku ke sekolah,
sebagai hasildari hubungan dengan tetangga, teman, gereja, partai politik
danberbagai ragam kelompok kepentingan.
Sementara
secara formal, sekolah memiliki pihak-pihak yangbertanggung jawab mengadakan
hubungan antara masyarakatdengan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak yang
paling berkepentingan mengadakan hubungan dengan masyarakat adalah pengawas
sekolah. Pengawas sekolah bertanggung jawab menjaminkualitas pelaksanaan
pendidikan di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara di tingkat
internal pengawas sekolah juga berkewajiban memberikan perlindungan atas
orientasimasyarakat sekolah dari tuntutan-tuntutan luar yang kurangmasuk akal.
Sebagai pengamat atau evaluator pengawas sekolahjuga memiliki tugas memelihara
keharmonisan hubungan antarakelompok-kelompok yang berbeda di sekolah.
Hubungan
antarstatus juga seringkali menimbulkan konflikantarperan. Di dalam sekolah, tanggung
jawab penjaga sekolah menyangkut kebersihan bertentangan dengan keinginan warga
sekolah untuk menggunakan fasilitas sekolah semaksimal mungkin. Kebebasan
profesional guru juga bertentangan dengan kepentingan pengawas sekolah dalam
menciptakan kelancaran pengajaran di tiap-tiap kelas. Keinginan kepala sekolah
untuk menerapkan inovasi baru harus berhadapan dengan keengganan gurudan murid
untuk menerima perubahan. Salah satu konflik yang cukup krusial saat ini adalah
konflik keinginan pengawas sekolah untuk mencapai hasil pengajaran yang terbaik
sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia berhadapan dengan tuntutan
organisasi persatuan guru untuk memperoleh jaminan pekerjaan dan gaji yang
memadai.
Namun
selain menimbulkan konflik, hubungan antarstatusmerupakan bagian dari orientasi
lembaga sekolah. Secara fungsional untuk mencapai tujuan yang diharapkan
sekolah membutuhkan peran dan kiprah dari berbagai status dan
kedudukan.Sehingga kerja timbal balik antarstatus diprioritaskan
untukmelancarkan proses pencapaian tujuan organisasi. Sekolahmembutuhkan
hubungan yang harmonis antarguru dan muridagar tujuan pengajaran di kelas dapat
tercapai secara maksimal.Sekolah membutuhkan kerja sama antarberbagai pihak
agar rodaorganisasi dapat berjalan dengan lancar.
Hubungan
antarindividu atau kelompok dalam jenis statusyang sama juga tidak lepas dari
bagian interaksi di sekolah. Paraguru selain memiliki persamaan peran sesuai
statusnya jugamenggambarkan berbagai perilaku guru yang berbeda-beda. Halini
sesuai dengan perbedaan karakter, sikap dan pengalamanindividu dalam
melancarkan aktivitas di sekolah. Kita ketahuibersama untuk status siswa pun
juga telah terbentuk aneka ragamkarakter dan perilaku individu maupun kelompok
yang berbedabeda.
Sumber: http://mail-chaozkhakycostikcomunity.blogspot.com/2013/07/kelas-dan-sekolah-sebagai-sistem-sosial.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar