Sabtu, 06 September 2014

Kelas dan Sekolah Sebagai Sistem Sosial


1.  Struktur Sosial Kelas
Ruang kelas merupakan miniatur dari kelompok yang lebihbesar, yaitu masyarakat karena di sana berkumpul person-persondari latar belakang status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda,meskipun dengan struktur profesi dan peran yang sama. Beberapaciri khas struktur kelas yang memiliki kesamaan denganmasyarakat adalah sebagai berikut.:


a.    Komposisi Anggota
Heterogenitas adalah aspek umum yang hampir selalu ada dikelas manapun. Di sana, selain latar belakang kehidupan yang  berbeda-beda, juga terdapat perbedaan jenis kelamin (seksualitas) kecuali di sekolah khusus, keberagaman agama, sampai pada karakteristik individu yang saling berlainan secara fisik maupun psikis yang ditandai dengan perbedaan antarpersonalnya.
seperti halnya dalam masyarakat karena institusi pendidikanberlaku universal yang memberi kebebasan bagi siapa saja yangmemenuhi syarat untuk bergabung.

b.    Struktur Birokratis Berupa Peran dan Status
Di dalam kelas yang majemuk itu, terdapat suatu tata aturankelas yang diikat oleh sekolah dan diperankan oleh wakil-wakilsiswa yang disebut pengurus kelas. Lahirlah berbagai “jabatan” yang terbentuk secara hierarkis sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka di dalam kelas, baik itu oleh guru yang berperan sebagai wali kelas maupun siswa-siswanya yang terakumulasi dalam jabatan ketua kelas, sekretaris, bendahara, dan seterusnya.

Pola imitatif yang dibawa dari lingkup luar masyarakat initersusun karena diperlukannya sistem penegakan tata aturaninstitusi serta pola pengendalian sosial yang ketat mengingatfungsi dunia pendidikan yang sedemikian nyata sehingga memerlukan tindakan konkret untuk pelestarian fungsi institusi dansegenap norma-norma kelas dan sekolah tersebut. Salah satubentuknya adalah penetapan status birokratis dari unsur-unsurkelas yang merepresentasikan anggota-anggotanya sebagai wujuddari masyarakat kecil.

2.    Pola Komunikasi dalam Kelas
Komunikasi menjadi elemen penting dalam segala kegiatan dikelas karena memungkinkan adanya pertukaran interaksi timbalbalik antara warga kelas (murid-murid ataupun murid-guru).Selain itu, arti penting komunikasi dalam pencapaian tujuanbelajar di kelas adalah untuk mengkomunikasikan dan menyalurkan informasi dan keterampilan. Konsekuensi logisnya, setiapkelas memerlukan adanya pola alur komunikasi yang berjalansecara lancar dan efektif dari masing-masing pihak.

Aktivitas penyampaian informasi dari guru dijelaskan dalamberbagai paparan tentang materi pelajaran beserta penjelasannyayang kadang disertai dengan berbagai tugas dan pertanyaan yangdisampaikan kepada murid sebagai bentuk komunikasi dari guru.

Sebaliknya siswa bisa merespon dengan bertanya, menjawab,berdiskusi dengan teman sekelas dan sebagainya, manapundengan aktivitas di luar pelajaran. Namun, aspek ini tidak sesederhana itu, melainkan dititikberatkan pada peran komunikasi dalam keberlangsungan kelas, sesuai dengan beberapa eksperimen tentang komunikasi kelas oleh beberapa ahli, antara lain oleh Bavelas dan Leavit (dalam Horton dan Hunt, 1999), yang menghasilkan beberapa pola komunikasi yang telah diuji dalam eksperimennya tahun 1958. 

Pola komunikasi mempengaruhi kegiatan, kepuasan, kecepatan dan kecermatan dalam menemukan permasalahan baikpada tingkat individu maupun kelompok. Dua pola keempat (terpusat/setir) di mana dalam pola melingkar terjadi pemerataan peran dan status serta kepemimpinan masing-masing anggotanya, terdapat keaktifan anggota dan seluruh anggotanya puas terhadap kinerja meskipun kelompok masih sedikit melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah. Sebaliknya pada tipe yang terpusat, mereka cenderung terorganisasi secara cepat dalam memecahkan masalah dengan kesalahan yang relatif sedikit, kelompok tersebut sangat kuat dan stabil walaupun seluruh kegiatan kelompok itu belum tentu memuaskan semua anggotanya. Leavit mengatakanbahwasanya pemusatan ini dianggap karena posisi pemimpinnyayang fungsi utamanya menerima, mengorganisasi dan mengirimberita. Dalam hal ini, secara faktor kesemuanya terwujud dalambentuk kegiatan belajar kelas yang selama ini diterapkan yaitusentralisasi peran guru yang sangat besar. Selama ini, gurumemang menjadi pusat komunikasi kelas dan mendominasi setiapkegiatan penyaluran informasi ini melalui penyampaian materipelajaran, memberikan pertanyaan, mendeskripsikan penjelasandan lain sebagainya.

Model komunikasi secara terpusat ini mengandung beberapa implikasi yaitu, pertama, struktur komunikasi kelas dimaksud paling tidak memuaskan seluruh anggota kelompok, kecuali
anggota yang paling sentral (dalam hal ini adalah guru). Kedua,tipe kelompok ini dianggap paling produktif dalam menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang jelas strukturnya, akantetapi hal ini sebenarnya merupakan hasil tindakan orang yangmemegang peranan sentral. Pola komunikasi kelompok ini sangatterpusat (highly centralized group) tampak sangat teratur dan efisiendikarenakan tindakan anggotanya yang pasif. Dengan kata lain,komunikasi yang terbentuk hanyalah komunikasi dengan pemimpinnya saja. Dalam sistem ini, pemegang peranan sentral akanbanyak bisa belajar dan merasa puas dengan posisi dan kelompoknya akan tetapi efeknya, individu lain tidak banyak memperoleh kesempatan untuk belajar.

3.    Iklim Sosial di Kelas
Kelas merupakan perwujudan masyarakat heterogen kecil dimana di dalamnya terdapat variasi komposisi dan hubunganantarpersonal yang melahirkan mekanisme interaksi sosial yangkontinu. Mekanisme ini terus berlanjut dala lingkup sosialnya (dikelas) dan secara faktual terakumulasi ke dalam bentuk-bentukhubungan antara individu-individu di dalam suatu kelas ataupunhubungan kelompok.

Hal terpenting adalah interelasi yang terjadi antara gurudengan murid yang melambangkan bentuk konkret dari suasanakelas dan membentuk suatu iklim sosial. Pembentukan iklim sosial kelas sangat bergantung pada variasi hubungan guru-murid serta alur penerimaan informasi dan komunikasi yang kesemuanya dinaungi dalam sebuah koridor gaya kepemimpinan dari seorang guru, baik yang mengikuti kepemimpinan terpusat (sentralistik), demokratis maupun gaya kepemimpinan yang memberi kebebasan penuh (laissez faire) kepada para muridnya. Dari perpaduan itulah terbentuk berbagai macam iklim sosial di kelas yang merefleksikan bentuk hubungan vertikal kelas antara guru - murid dalam kegiatan belajar di dalam kelas yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar ataupun bersosialisasi didalamnya.
Menurut Faisal dan Yasik (1985) terdapat enam iklim sosialyang timbul di kelas yaitu sebagai berikut.

a.     Iklim Terbuka
Dalam iklim terbuka ini, tingkah laku guru menggambarkanintegrasi antara kepribadian seorang guru sebagai individu danperanannya sebagai pimpinan di dalam kelas. Dia selainmemberikan kritik, juga mau menerima kritikan dari para siswa.Hubungan guru dengan siswa bersifat fleksibel sehingga suasanaini dapat mempertinggi kreativitas siswa karena mereka dapatbekerja sama dan berkreasi tanpa adanya beban mental.Kebijaksanaan yang diambil seorang guru biasanya memberikan kemudahan bagi setiap siswa untuk melaksanakan tugasnyadengan baik. Efeknya, setiap murid biasanya dapat memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugas hubungan ini serta dapat memperlancar jalannya organisasi di kelas maupun organisasi di sekolah yang lebih luas.

b.    Iklim Mandiri
Dalam bentuk ini, masing-masing mendasarkan padakemampuan dan tanggung jawab yang mereka miliki. Para siswamendapatkan kebebasan dari guru untuk mendapatkan kebebasankebutuhan belajar dan kebutuhan sosial mereka. Mereka tidakterlalu dibebani dengan tugas-tugas yang berat dan menyulitkanmereka.
Untuk memperlancar tugas siswa, seorang guru membuatprosedur dan peraturan yang jelas, yang dikomunikasikan didalam kelas. Yang lebih esensial dalam iklim mandiri ini, antaraguru dan siswa bekerja sama dengan baik, penuh tenggang rasa,dan penuh kesungguhan hati. Kepercayaan dan tanggung jawabmasing-masing membuat guru memberikan kelongggarankelonggaran sehingga kontrol yang ketat tidak diperlukan karenapara murid dipercaya memiliki moral yang cukup tinggi.

c.     Iklim Terkontrol
Dalam iklim terkontrol ini, titik sentral kebijakan seorangguru adalah menekankan pada pencapaian prestasi siswa di kelas,tetapi di sisi lain justru mengorbankan kepuasan kebutuhan sosialsiswa. Oleh karena tuntutan ini, para guru menjalankan komandomengajar secara kaku dan keras serta siswa diharuskan menjalankan kegiatan belajar dengan keras. Mereka akhirnya sibuk dengan kesibukannya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa mendapat kesempatan untuk membentuk hubungan kerja yang lebih akrab dan sosialitas tinggi. Hubungan pribadi sesama siswa jarangdilaksanakan karena mereka sibuk dengan pekerjaan atau tugasmereka sendiri-sendiri yang dituntut prestasi dan keberhasilannyata.

Fungsi pimpinan sangat dominan karena tidak adanya fleksibilitas dalam organisasi kelas tersebut. Setiap pembelajaran yang telah terjadwal dijalankan secara ketat dan full dan untuk menjaga keberlangsungan belajarnya guru menerangkan aturan yang keras dan disertai sanksi fisik atau nonfisik yang berlaku mulai saat itu juga.

d.    Iklim Persaudaraan
Pada jenis ini, hubungan yang terjadi antara guru dan siswasangat erat, baik dalam kegiatan belajar maupun kegiatan di luaritu. Kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan sosial sangatmenonjol, tetapi umumnya guru kurang mempunyai kegiatanyang berorientasi pada fase oriented.

Para siswa tidak dibebani dengan tugas-tugas yang menyulitkan, sebab guru berusaha agar para siswa dapat bekerja semudah mungkin dan merasa bahagia. Kelas merupakan satu ikatankeluarga sehingga di antara mereka banyak terjalin komunikasidan saling menasihati. Pendekatan guru terhadap anak didiknyasangat personal walaupun masih memerankan diri merekasebagai pimpinan. Dalam kelas seperti ini tidak banyak aturanyang digunakan sebagai pedoman sehingga akibatnya tugas belajar kurang diperhatikan. Pengaruh lainnya, prestasi belajar kurangoptimal karena tidak pernah mendapatkan kritik.

e.     Iklim Tertutup
Dalam model ini, seorang guru tidak memberikan kepemimpinan yang memadai kepada para siswa. Ia mengharapkan agarsetiap siswa mengembangkan inisiatif masing-masing. Namun iatidak memberi kebebasan kepada para siswa untuk merealisasikaninisiatif tersebut secara nyata karena tidak adanya keterbukaandan komunikasi yang efektif.

Antara siswa yang satu dengan yang lain kurang dapatbekerja sama dengan baik. Akibatnya, prestasi yang dicapai punrendah karena seringkali timbul perbedaan persepsi dan pandangan tentang prestasi yang harus ditargetkan. Para guru menerapkan aturan-aturan yang semuanya bersifat sepihak dan kurangmemperhatikan kepentingan siswa.

3. Sistem Sosial di dalam Sekolah
Sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi komponen-komponen sosial integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah yang bergantung antara satu sama lain. Zamroni (2001) menyatakan bahwa pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok sosialnya
Beberapa unsur tersebut memproduk konsep-konsep sosial didalam sekolah yakni sebagai berikut.

1) Kedudukan dalam Sekolah
Sekolah, seperti sistem sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam lingkungannya. Setiap orang didalam sekolah memiliki persepsi dan ekspektasi sosial terhadapkedudukan atau status yang melekat pada diri warga sekolah. Disana kita memiliki pandangan tentang kedudukan kepala sekolah,guru-guru, staf administrasi, pesuruh, murid-murid serta asumsi-asumsi hubungan ideal antarbermacam kedudukan tersebut. Halini selaras dengan pendapat Weber (dalam Robinson, 1981)tentang konsep tindakan sosial, dimana setiap orang memiliki idealtype untuk mengukur dan menentukan parameter mendasar tentang sebuah realitas. Realitas sosial yang tersebar dalam statussosial menjadi titik tolak kesadaran seorang individu untukmenentukan sikap, pandangan dan tindakan dalam lingkup sosialtertentu. Harapan ideal “kepala sekolah” merupakan kesadaranawal yang mempengaruhi sikap individu seorang pejabat kepalasekolah. Meskipun pada proses selanjutnya harus terkombinasidengan pembawaan individu, prasangka terhadap status lain,hubungan-hubungan antarstatus serta kaitannya dengan konstruksi total dari susunan status di sekolah.

Dalam mempelajari struktur sosial sekolah kita analisisberbagai anggota menurut kedudukannya dalam sistem persekolahan. Beberapa kedudukan di bentuk dan dibangun berdasarkansistem klasifikasi sosial di antaranya adalah,
a) Kedudukan berdasarkan jenis kelamin, akan mengidentifikasi pelakunya pada perbedaan seks atau kelamin bu guru, pak guru, murid putri, siswa lelaki, pak kepala sekolah dan lain sebagainya. Secara sosial kedudukan berdasarkan seks merupakan pembedaan ruang orientasi atas dasar perbedaan fisik.Pembedaan tersebut merupakan dampak kultural darimasyarakat yang lebih luas, dimana perbedaan kelamin masihmengkisahkan pembagian kerja, hak, serta ruang gerak yangberbeda pula. Namun secara struktural pembedaan jenis kelamin tidak begitu mempengaruhi kualitas penerapan ketentuanformal sebuah lembaga. Seorang kepala sekolah wanita tetap saja memiliki otoritas atau kewenangan kekuasaan terhadap para guru lelaki maupun wakasek laki-laki. 

b) Kedudukan berdasarkan struktur formal di lembaga, misalnya kepala sekolah, guru, staf administrasi, pesuruh, siswa dan lain sebagainya. Kategori kedudukan ini dilandasi oleh ketentuan-ketentuan formal yang melembagakan serangkaian perandan pemetaan kewenangan struktural berdasarkan pembagianwilayah kekuasaan yang bersifat hierarkis. Sesuai denganformasi struktur lembaga sekolah maka masing-masing posisimenggambarkan tingkat kekuasaan yang bertingkat-tingkat.Posisi teratas menggambarkan puncak pengakuan otoritastertinggi lalu secara gradual makin berkurang pada posisi-posisi di bawahnya.

c)Kedudukan berdasarkan usia. Pengakuan terhadap kategorisosial ini didasarkan konstruksi sosial sekolah sebagai lembagapendidikan. Berangkat dari pengertian tentang pengajaransebagai sumber dari keberadaan sekolah dan segala aktivitaskelembagaannya. Sementara proses pengajaran tidak lepasdari hubungan antara pengajar dengan yang belajar. Maka bisaditangkap indikasi kecenderungan dalam lembaga sekolahuntuk mengutamakan sistem nilai berdasarkan usia. Merekayang tua dikontruksikan sebagai pengajar, teladan, sumbernilai kebaikan, pengontrol moral, berkemampuan tinggi danlain sebagainya. Oleh sebab itu, pengakuan kedudukan berdasarkan usia sangat kental sekali melekat dalam orientasi wargasekolah.

d) Kedudukan berdasarkan lahan garap di sekolah. Pada dasarnya tiap-tiap status di sekolah akan membentuk wilayah-wilayah sektoral sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan. Dikelas jenis status yang paling dominan berperan adalah statusguru dan murid. Sementara di wilayah birokrasi akan memperlihatkan kontak sosial antara pengurus administrasi baikitu kepala bagian, sekretaris, bendahara sekolah serta staf-stafnya. Di tingkat pelayanan administrasi akan melibatkanpegawai administrasi dengan para siswa, guru-guru dan lainsebagainya.

4. Interaksi di Sekolah
Menurut Horton dan Hunt (1999) sistem interaksi di sekolahdapat ditinjau dengan menggunakan tiga perspektif yang berbeda,yakni:
a) Hubungan antara warga sekolah dengan masyarakat luar
b) Hubungan di internal sekolah lintas kedudukan dan peranannya.
c) Hubungan antarindividu pengemban status atau kedudukanyang sama.
Dalam kategori pertama, hubungan interaktif antara orangdalam dengan orang luar mencerminkan keberadaan sekolahsebagai bagian masyarakat. Para guru, murid dan seluruh wargadi sekolah juga pengemban status-status lain di masyarakat.Sehingga interaksi di sekolah merupakan kombinasi berbagai nilaidari masyarakat yang dibawa oleh para warga sekolah. Para guru,kepala sekolah, murid-murid juga bagian dari masyarakat mereka.Mereka membawa sikap dan perilaku ke sekolah, sebagai hasildari hubungan dengan tetangga, teman, gereja, partai politik danberbagai ragam kelompok kepentingan.

Sementara secara formal, sekolah memiliki pihak-pihak yangbertanggung jawab mengadakan hubungan antara masyarakatdengan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak yang paling berkepentingan mengadakan hubungan dengan masyarakat adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah bertanggung jawab menjaminkualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara di tingkat internal pengawas sekolah juga berkewajiban memberikan perlindungan atas orientasimasyarakat sekolah dari tuntutan-tuntutan luar yang kurangmasuk akal. Sebagai pengamat atau evaluator pengawas sekolahjuga memiliki tugas memelihara keharmonisan hubungan antarakelompok-kelompok yang berbeda di sekolah.

Hubungan antarstatus juga seringkali menimbulkan konflikantarperan. Di dalam sekolah, tanggung jawab penjaga sekolah menyangkut kebersihan bertentangan dengan keinginan warga sekolah untuk menggunakan fasilitas sekolah semaksimal mungkin. Kebebasan profesional guru juga bertentangan dengan kepentingan pengawas sekolah dalam menciptakan kelancaran pengajaran di tiap-tiap kelas. Keinginan kepala sekolah untuk menerapkan inovasi baru harus berhadapan dengan keengganan gurudan murid untuk menerima perubahan. Salah satu konflik yang cukup krusial saat ini adalah konflik keinginan pengawas sekolah untuk mencapai hasil pengajaran yang terbaik sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia berhadapan dengan tuntutan organisasi persatuan guru untuk memperoleh jaminan pekerjaan dan gaji yang memadai.

Namun selain menimbulkan konflik, hubungan antarstatusmerupakan bagian dari orientasi lembaga sekolah. Secara fungsional untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekolah membutuhkan peran dan kiprah dari berbagai status dan kedudukan.Sehingga kerja timbal balik antarstatus diprioritaskan untukmelancarkan proses pencapaian tujuan organisasi. Sekolahmembutuhkan hubungan yang harmonis antarguru dan muridagar tujuan pengajaran di kelas dapat tercapai secara maksimal.Sekolah membutuhkan kerja sama antarberbagai pihak agar rodaorganisasi dapat berjalan dengan lancar.

Hubungan antarindividu atau kelompok dalam jenis statusyang sama juga tidak lepas dari bagian interaksi di sekolah. Paraguru selain memiliki persamaan peran sesuai statusnya jugamenggambarkan berbagai perilaku guru yang berbeda-beda. Halini sesuai dengan perbedaan karakter, sikap dan pengalamanindividu dalam melancarkan aktivitas di sekolah. Kita ketahuibersama untuk status siswa pun juga telah terbentuk aneka ragamkarakter dan perilaku individu maupun kelompok yang berbedabeda.

Sumber: http://mail-chaozkhakycostikcomunity.blogspot.com/2013/07/kelas-dan-sekolah-sebagai-sistem-sosial.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar